Sosok

Gelora dalam Mengajar Pasangan Guru Besar di Unmul

Kisah inspiratif pasangan guru besar Bioteknologi Tanaman dari Unmul

Sumber Gambar: Humas Unmul

SKETSA – Pagi itu, pukul 9, melalui Zoom Meeting, Widi tengah menunggu Nurhasanah selesai beribadah untuk berbincang bersama awak Sketsa. Mereka adalah pasangan suami istri yang baru saja meraih gelar guru besar.

Widi Sunaryo dan Nurhasanah menjadi pasangan inspiratif di Unmul, lantaran capaian guru besar dalam bidang Bioteknologi Tanaman itu didapat melalui loncat jabatan fungsional (jabfung). Kini gelar dan peran mereka menjadi profesor tak main-main. Itu pula yang mereka kisahkan kala itu, Kamis (19/5) lalu.

Masa muda mereka diisi dengan menuntut ilmu di almamater yang berbeda. Widi adalah alumnus Unmul, sedangkan Nurhasanah merupakan alumnus Universitas Jambi. Usai sarjana, keduanya memantapkan hati menyiapkan sejumlah berkas untuk World Bank Scholarship. Di Institut Pertanian Bogor (IPB) mereka bertemu.

“Pak Widi Prodi Bioteknologi tetapi mengambil kekhususan ke Bioteknologi Tanaman, sementara saya program studinya Pemuliaan Tanaman dan mengambil kekhususan di Bioteknologi Tanaman atau Pemuliaan Tanaman Non Konvensional,” Nurhasanah  menggambarkan kilas balik masa studi mereka.

Pada 1999 perjalanan Widi menjadi dosen muda telah dimulai, alih-alih Nurhasanah memulainya pada 2005, mengikut jejak Widi menjadi dosen di Fakultas Pertanian Unmul. Ihwal menuntut ilmu, semangat mereka semakin menggebu-gebu. Widi dan Nurhasanah bagai sepaket dalam asa. Membuat mereka melanjutkan studi S-3 di Georg-August University of Goettingen, Jerman. Di sana mereka dikaruniai buah hatinya yang ketiga.

Widi terlibat dalam pendirian UPT. Program Unggulan Internasional–yang saat ini dikenal dengan UPT. Layanan Internasional, untuk mendorong pengembangan sumber daya manusia di kampus terbesar wilayah Kaltim ini. Dorongan mereka dalam mengambil peran cukup satu: pemaknaan terhadap Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Sedari dulu, getol dalam melakukan riset dan aktif di berbagai lembaga yang ada di Unmul. Nurhasanah berkisah, ia telah mengembangkan penelitian dan pendidikan khususnya dalam bidang Bioteknologi Tanaman. Itu juga yang mengantarkan dirinya diamanahkan sebagai koordinator program magister pertanian pada 2021. Kini, ia menjadi koordinator program doktor pertanian yang resmi Maret lalu.

Sedang Widi menjabat sebagai Kepala UPT. Layanan Internasional Unmul. Ia fokus dalam kontribusi agar civitas academica di Unmul mampu melebarkan sayap dalam menuntut ilmu melalui studi ke luar negeri.


Tak Main-main dalam Membimbing Mahasiswa

Bagi mereka, pendidik bukan soal mencapai gelar tertinggi belaka, namun menularkan semangat pada mahasiswa yang mereka bimbing. Potensi itu, sebut mereka, dapat diarahkan agar dapat memajukan kampus dari tingkat lokal hingga nasional.

“Kita harus mampu mengarahkan mahasiswa agar mereka bisa juga ‘mengeksploitasi’ potensi yang dia miliki, bisa berkontribusi signifikan terhadap kemajuan baik itu daerahnya atau sampai ke tingkat nasional.”

Mereka masih satu suara, bahwa proses bimbingan tugas akhir tak sepatutnya hanya berlangsung sedangkal revisi antara mahasiswa dan dosen. Namun, perlu untuk pendidik dan yang dididik menyisihkan waktu yang ada. Mereka membuktikan komitmen itu melalui jadwal rutin. Setiap Rabu, melalui grup yang sudah terbentuk, mereka akan disibukkan untuk membimbing mahasiswanya. Karya yang dihasilkan mahasiswa selama proses bimbingan itu, mereka elaborasi menjadi riset-riset berkelanjutan agar kebaruan itu jadi napas penelitian. 

Masa muda yang sudah dilalui itu masih hangat di ingatan Widi dan Nurhasanah, mereka sadar betul pelik yang dihadapi anak daerah ketika ingin melanjutkan sarjana. Itu mengapa mereka tak pernah berpikir dua kali saat terlibat ke dalam organisasi dan aktivitas mahasiswa.

Apalagi kini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), melalui program Merdeka Belajar, punya segudang penawaran menarik untuk mahasiswa. Nurhasanah kerap terlibat pada peran pendampingan banyak program. Sebut seperti PKM, PHP2D, karya tulis ilmiah, serta peran dalam membina organisasi kemahasiswaan seperti LC, himpunan, dan Pusdima.

“Jangan sampai kue (kesempatan) yang ditawarkan pusat lewat kementerian itu tidak mampu kita ambil, tidak mampu kita memanfaatkannya, padahal kita adalah penyumbang devisa terbesar untuk negara,” imbau Nurhasanah.


Widi, yang mengepalai UPT. Layanan Internasional mengaku senang tiap menjalankan berbagai proyek di lembaga itu. Pasalnya melihat civitas academica Unmul yang melanglang buana bersekolah di negeri jauh nun di lintas negara pun benua, menjadi euforia yang terus dirayakan Widi.

Melalui program-program yang ditawarkan di UPT. Layanan Internasional Unmul, seperti International Credit Transfer (ICT), IISMA, dan program-program terkait student exchange yang lain. Widi berharap banyak mahasiswa yang mau berpartisipasi untuk mengikuti program yang ditawarkan, guna menunjang masa depan dan karier mahasiswa di masa depan.

“Jadi ini contoh kegiatan-kegiatan yang kita generate supaya mahasiswa itu terekspos gitu ya pada kegiatan-kegiatan yang itu sangat bermanfaat pada untuk jenjang karier masa depannya.”

Keberanian dan keingintahuan, menjadi pondasi untuk terus belajar dan mencoba hal baru. Program MBKM bagi Widi menawarkan pengalaman serta kemandirian itu.

“Selama ini yang dicap lulusan-lulusan dari perguruan tinggi itu ketika lulus tidak tau mau ngapain. Tidak punya inisiatif kreatif, bisanya hanya melamar pada perusahaan-perusahaan gitu,” sanggahnya.

Konsistensi dan Saling Dukung

Bukan hal mudah menjaga konsistensi semasa muda hingga sekarang. Mereka mengakuinya. Banyaknya tugas dosen yang tak ayal membuat pendidik terjebak ihwal administrasi, bertaut dengan sulitnya membagi waktu antara pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Terlepas menjadi guru besar atau tidak, keduanya memahami perlu upaya dan keteguhan hati dalam menjaga amanah Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Selain manajemen waktu, menumbuhkan rasa cinta untuk mengembangkan ilmu pengetahuan kepada mahasiswa menjadi langkah penting dalam mewanti-wanti pasang surut semangat yang ada. Mengantisipasi kewalahan yang terjadi juga bisa diatasi lewat kolaborasi bersama pendidik maupun mahasiswa.

Widi menyadari apa yang didapat hingga hari ini, tak lepas dari kesadaran bahwa tiap individu memiliki kekurangan. Maka sebagai pasangan, mereka kerap menyemangati satu sama lain. Bertukar pikir perihal riset yang dilakukan hingga satu visi dalam mendidik buah hati di rumah. Sebagaimana mahasiswa, keempat buah hati mereka kerap dilibatkan dalam keputusan soal pendidikan maupun aktivitas mereka.

“Demikian juga untuk anak-anak contohnya, kan bagian dari ekosistem kita anak-anak, artinya itu akan sangat berpengaruh pada keberhasilan kita juga. Oleh karena itu, juga harus kita libatkan dalam pembicaraan secara terbuka, (dalam mendidik) ada reward and punishment, ada keadilan, pemerataan,” jelas Widi. 

Potensi Unmul dalam Kacamata Widi dan Nurhasanah

“(Hal) yang rendah dirata-rata dosen itu adalah bagaimana membangkitkan minat meneliti dan meneliti itu menjadi budaya,” itulah yang jadi sorotan Widi pagi itu.

Unmul dengan cita-citanya world class university harus terus berbenah. Sebagai tropical rainforest studies, penting bagi civitas academica Unmul mengembangkan penelitian itu. Keragaman genetik dan hayati yang ditawarkan Kaltim, seyogianya dimanfaatkan jadi peluang. 

“Mungkin tanaman-tanaman yang selama ini tidak diketahui atau tidak dilirik, peneliti (bisa) mengambil peranan di sana,” ungkap perempuan yang pernah meneliti padi lokal ini.

Selain itu, masih adanya ketimpangan antara cita-cita yang hendak dicapai dengan sumber daya manusia, jadi ruang yang bisa diisi oleh civitas Unmul. Kajian soal sumber daya alam di Kaltim tak semata untuk menjunjung muruah Unmul sebagai perguruan tinggi, namun sebagai langkah dalam menyelaraskan apa yang ada dengan memberi manfaat dan kemakmuran di dalamnya bagi masyarakat Kaltim.

“Tentu saja masih perlu penataan-penataan dan sebagainya, terutama adalah mengimbangi kemajuan teknologi informasi karena sekarang semuanya IT based,” tambah Widi kala itu.

Widi dan Nurhasanah di Mata Mahasiswa

Pasangan yang mengaplikasikan road map penelitian dalam bimbingannya ini, tak ayal punya sejumlah ‘penggemar’ di Faperta. Ialah Dwi Ekky Septian, salah satu mahasiswa yang pernah dibimbing, dan menempuh jurusan Agroekoteknologi 2012.

Berkisah bersama awak Sketsa pada Rabu (25/5) lalu, Ekky menilai sosok Widi dan Nurhasanah mampu mengisi peran ayah dan ibu di komunitas bimbingan yang mereka bangun sejak lama. Pasalnya keduanya merawat hubungan baik dengan mahasiswa yang dibimbing, maka tak mustahil untuk berkolaborasi dan bertukar kabar dalam waktu yang lama. Bahkan dengan alumnus Faperta yang lainnya.

“Tidak hanya provide cara mengajar yang itu-itu saja seakan template. Mereka lebih sering mengeksplorasi cara mengajar tiap kelas. Mencoba memberikan metode baru dan selalu evaluasi apakah metode tersebut cocok. Jadi mereka tidak menitikberatkan dengan satu metode,” paparnya.

Ekky mengaku pola pikir yang dibentuk keduanya menjadikan mahasiswa hidup di lingkungan yang kompetitif dan suportif. Ia berkisah, pasangan itu selalu berbagi informasi baik beasiswa, progres di laboratorium, hingga kesempatan penelitian untuk mendapatkan dana dari pemerintah.

Tak pelak ia menilai nasihat-nasihat yang diberi keduanya bukan sekadar bunga tidur. Melainkan mimpi yang betul bisa dicapai saat sarjana. “Mereka selalu menemukan cara maintenance mahasiswa seperti saya yang akhirnya saya diantar hingga lulus,” tutupnya. (lms/jhr/zas/rst/nkh)



Kolom Komentar

Share this article