Opini

Nasib Guru Honorer Tak Jelas, Anak FKIP Sehat?

Ahmad Agus Arifin (Pemimpin Redaksi LPM Sketsa 2013), kini aktif sebagai wartawan ANTV dan TV One regional Kalimantan Timur.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Awal tahun 2017 benar-benar jadi pembuka tahun yang begitu berat. Dimulai dari rentetan bencana alam seperti kebakaran dan tanah longsor yang menimpa beberapa daerah di Samarinda, naiknya harga kebutuhan pokok yang menukik tajam, sampai kenaikan biaya STNK dan BPKB hingga tiga kali lipat. Perhatian banyak orang saat ini mungkin lebih intens ke harga kebutuhan atau STNK dan BPKB. Tapi, ada permasalahan yang sebenarnya lebih serius, yakni kisruh guru honorer yang saat ini belum menemui titik terang.

Pemprov Kaltim secara mengejutkan mengeluarkan surat 'sakti' yang berisikan rencana perumahan tenaga honorer di tubuh Disdik Kaltim yang mana hal ini sudah terealisasi dan keputusan sepihak Pemprov Kaltim di mana mereka hanya akan membayar upah bagi guru PNS, tidak bagi guru honorer lagi. Pemprov menyerahkan pembayaran upah guru honorer kepada kabupaten dan kota masing-masing.

Mungkin pelik ini tak akan menjadi besar andai peralihan kewenangan ini dilakukan jauh-jauh hari. Pemkot Samarinda menjadi yang paling lantang menolak perintah peralihan kewenangan ini. Alasannya, karena dana APBD sudah diketuk akhir tahun lalu dan tidak ada pengalokasian dana untuk guru honorer. Artinya jika Pemkot Samarinda harus membayar upah 1500 guru honorer yang ada di Kota Tepian, bisa dipastikan bakal mengganggu program kerja lainnya.

Sementara nasib ribuan guru honorer tengah digantung, kesejahteraan guru PNS keadaannya jauh lebih baik dengan berbagai peningkatan kesejahteraan yang meeka dapat. Padahal soal kewajiban, tak ada beda antara guru honorer dan PNS. 

Sebelum menulis tulisan ini, saya sempat mengonfirmasi perkembangan terakhir nasib guru-guru honorer kepada wartawan Tribun Kaltim, Anjas Tama. Dari situ diketahui saat ini para guru honorer sedikit bisa bernapas lega karena Pemprov tetap akan menggaji mereka di mana dananya akan diambil dari dana Bosda yang biasanya dianggarkan Kabupaten/Kota. Tolong di underline, solusi ini hanya bersifat sementara karena Pemprov sekedar menalangi. Artinya, nasib guru honorer benar-benar masih digantungkan.

Miris memang jika kita berbicara mengenai nasib guru honorer. Dari tahun ke tahun nasib mereka seolah tak ada perbaikan. Belum juga mendapat gaji yang layak, tunjangan semestinya, sekarang ditambah lagi saling lempar tanggung jawab mengenai pembayaran upah. Hal ini seolah-olah menegaskan bahwa keberadaan guru honorer benar-benar tak diinginkan oleh pemerintah. Seperti halnya pula guru honorer adalah 'pengemis' APBD. Padahal tidak kan? Keberadaan guru honorer sangat diharapkan di sekolah-sekolah lantaran belum mampunya pemerintah mengangkat guru menjadi PNS sesuai dengan kebutuhan sekolah tersebut.

Jika kita berandai-andai, seandainya semua guru honorer di Kaltim yang jumlahnya lebih dari 2000 orang (SMA sederajat), memilih tak lagi mengajar, apa yang akan terjadi? Saya berani jamin bahwa siswa akan terlantar lantaran kurangnya guru dan guru PNS akan 'teriak' karena penambahan jam mengajar. Dalam kondisi seperti ini, sekolah menjadi tak kondusif. Baik siswa dan guru (PNS) akan merasa bahwa sekolah bukan lagi tempat yang menyenangkan. Setelahnya apa? Silakan jawab dalam hati masing-masing.

Mungkin tidak akan terjadi, tapi pengandaian di atas menegaskan bahwa keberadaan guru honorer sangatlah diperlukan. Tak bisa tidak, dan sama sekali tidak bisa ditawar.

Lalu apa kaitannya dengan Unmul? Bukan rahasia lagi bahwa FKIP adalah fakultas dengan mahasiswa paling banyak. Dengan belum beresnya polemik guru honorer, tentulah menimbulkan kekhawatiran. Ini karena tak memungkinkan jebolah FKIP langsung menjadi guru PNS. Mereka harus mengabdi dahulu menjadi tenaga honorer untuk selanjutnya, jika bernasib baik akan diangkat menjadi PNS tentunya setelah melewati beberapa tahapan. Padahal harga cabe dan make up tak mau kompromi apakah kita tenaga honorer atau PNS.

Untuk kasus ini, buang jauh-jauh dulu pemikiran bahwa dalam acara seremonial pemerintah sering mendengungkan peningkatan mutu pendidikan. Tak usah berpikir sejauh itu dulu karena jawabannya sudah kita tahu bersama. Hal terbaik yang bisa kita lakukan sebagai mahasiswa saat ini ya, terus belajar dan berdoa agar masalah pendidikan di Kaltim dan Indonesia bisa benar-benar seperti yang dicita-citakan UUD 1945. Kalau ribuan mahasiswa FKIP di Unmul melantunkan doa untuk perbaikan pendidikan terutama nasib guru honorer,insya Allah satu diantara ribuan doa itu akan terkabul.

Menutup tulisan ini, saya teringat akan salah satu joke. Tapi ini bukan olok-olokan, lebih dari itu ini sekadar untuk membangunkan kalian yang masih tertidur dan acuh terkait nasib mereka, nasib para guru-guru kita, nasib para pengajar masa depan Indonesia. "Nasib guru honorer tak jelas, anak FKIP sehat?"

 

Ditulis oleh: Ahmad Agus Arifin (Pemimpin Redaksi LPM Sketsa 2013), kini aktif sebagai wartawan ANTV dan TV One regional Kalimantan Timur.




Kolom Komentar

Share this article