Opini

Menelisik Jejak Langkah Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia yang Terabaikan

Mengenal Tan Malaka, Pejuang Republik Indonesia yang Kerap Terlupakan

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Foto: Dokumen Pribadi

Tan Malaka, seorang tokoh yang memiliki peran yang cukup vital dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, sayangnya seringkali dilupakan dalam narasi sejarah bangsa Indonesia. Tan Malaka mendapatkan gelar Pahlawan Nasional berdasarkan keputusan Presiden RI No. 53 yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 28 Maret 1963.

Tan Malaka atau Ibrahim Gelar Datuk Sutan Malaka, lahir di Pandam Gadang, Suliki, Lima Puluh Kota, Sumatra Barat pada 2 Juni 1897. Merupakan anak dari pasangan suami istri, yaitu Rasad Caniago dan Sinah Sinabur. 

Tan Malaka merupakan lulusan Kweekschool (sekolah guru) di Bukittinggi. Lalu, di usianya yang masih cukup belia Tan Malaka memutuskan untuk melanjutkan studinya ke negeri kincir angin Belanda, Rijkskweekschool (sekolah pendidikan guru pemerintah).  Ya, barangkali bisa kita mengatakan bahwa Tan Malaka merupakan guru yang terpikat dengan jalan revolusioner. Tan Malaka dikenal sebagai aktivis, guru, tokoh pemikir, dan pejuang kemerdekaan yang beraliran kiri.

Meski tak sepopuler dan setenar Soekarno, Hatta, ataupun Sjahrir, Tan Malaka memiliki kontribusi yang begitu besar bagi bangsa ini terutama pada fase awal masa kemerdekaan. Ia merupakan putra pribumi pertama yang menuangkan gagasan dan pemikirannya secara kritis dan tajam dalam sebuah buku yang berjudul Naar De Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia).

Buku tersebut merupakan karya Tan Malaka yang ditulis di Kanton, Cina sekitar tahun 1925. Melalui buku tersebut, Tan Malaka menuangkan gagasannya terkait bagaimana konsep dan bentuk negara Indonesia, sampai struktur pemerintahannya, serta perjuangan kemerdekaan untuk lepas dari kolonialisme yang bejat dan merdeka seratus persen. Oleh karena buku inilah, Muhammad Yamin menyematkan gelar kepada Tan Malaka sebagai “Bapak Republik Indonesia”.

Penulis sama sekali tidak bermaksud mengecilkan atau tidak menghormati para pejuang-pejuang kemerdekaan yang lainnya. Disaat pejuang yang lain baru memikirkan persatuan, seorang Tan Malaka sudah jauh berpikir mengenai Republik Indonesia yang akan terwujud selepas Hindia Belanda. Sangat luar biasa, pahlawan seperti seorang Tan Malaka ini bisa dikatakan seorang pemikir yang melampaui zamannya. Dan barangkali 100 ataupun 200 tahun berikutnya akan susah untuk menemukan sosok seperti Tan Malaka ini lagi.

Kehidupan Tan Malaka juga lebih banyak dihabiskan di tempat pengasingan dan berpetualang ke negara-negara orang dengan gerilya politiknya sebagai satu bentuk perjuangannya demi kemerdekaan bangsa Indonesia. Seperti ke Uni soviet, Manila, Cina, Singapura, Hongkong, dan lainnya. Tan malaka juga banyak diburu oleh polisi maupun intel di tiap-tiap negara tersebut. Namun, dia berhasil mengecoh mereka dengan menggunakan nama-nama samaran yang berganti-ganti sesuai dengan negara tempat ia berada. 

Walaupun berada di tempat pengasingan dan berkelana di negeri orang,  hal tersebut tidak menyurutkan pemikiran yang radikal dan revolusioner dari seorang Tan Malaka untuk memerdekakan bangsanya. Maka tidak berlebihan ketika memuji seorang Tan Malaka. 

Tan Malaka pernah mendirikan Partai Republik Indonesia (PARI) dan Partai Musyawarah Rakyat Banyak (MURBA), juga menjadi ketua Partai Komunis Indonesia (PKI) pada dekade 1921-an. Belum lagi segudang karya-karya intelektualnya yang hingga saat ini masih ada relevansinya dan menjadi bahan bacaan wajib bagi pemuda dan pemudi yang revolusioner. 

Beberapa karya yang ditulisnya, seperti Madilog, Aksi Massa, Dari Penjara ke Penjara, Menuju Merdeka 100%, Gerpolek, SI Semarang dan Onderwijs, Parlemen atau Soviet, Tunduk Pada Kekuasaan Tapi Tidak Tunduk Pada Kebenaran, Semangat Muda, dan masih banyak lagi. 

Sayangnya, jejak langkah Tan Malaka kemudian terabaikan setelah proklamasi kemerdekaan dan seiring perkembangan politik Indonesia. PKI dan paham Marxisme dikecam dan berusaha dihilangkan, hingga pada akhirnya perjuangan seorang Tan Malaka yang begitu besar bagi bangsa ini tidak berbanding lurus dengan apa yang ia dapatkan. Tragisnya Tan Malaka mati dibunuh dengan ujung bedil bangsanya sendiri yang ia perjuangkan selama ini. 

Yang perlu diperjelas, penulis di sini bukan punya kepentingan apapun ataupun pro terhadap PKI ataupun Komunis. Penulis di sini murni menulis tulisan ini, karena kagum terhadap seorang Tan Malaka berkat kegigihan serta perjuangannya bersama pejuang-pejuang kemerdekaan yang lainnya untuk melepaskan bangsa Indonesia dari jerat kolonialisme dan imperialisme.

Penting untuk mengingat kembali dan menelisik jejak langkah Tan Malaka sebagai Bapak Republik Indonesia. Ia bukan hanya seorang revolusioner, melainkan juga seorang intelektual yang mencoba menggabungkan nilai-nilai universal dengan keadaan lokal. Pemikirannya tidak hanya relevan pada zamannya, tetapi juga memberikan inspirasi untuk memahami dinamika politik dan sosial Indonesia saat ini. 

Tan Malaka, Bapak Republik Indonesia yang diabaikan, mengajarkan kita bahwa perjuangan untuk keadilan dan kemerdekaan bukanlah tugas yang mudah. Meskipun tersisih bahkan dilupakan dalam sejarah, warisannya hidup dalam semangat perjuangan bangsa ini untuk menjadi negara yang adil dan merdeka serta jejak langkahnya tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari perjalanan panjang menuju kemerdekaan dan pembentukan identitas bangsa Indonesia.

Opini ditulis oleh Andrianus Ongko Wijaya Hingan, mahasiswa prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, FKIP  Unmul 2020.



Kolom Komentar

Share this article