Apresiasi, Kendala Jaringan dan Miskomunikasi dalam Pemira FKIP 2020

Apresiasi, Kendala Jaringan dan Miskomunikasi dalam Pemira FKIP 2020

Sumber Gambar : Istimewa

SKETSA - Menyusul fakultas lain dalam pelaksanaan pesta demokrasi tahunan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) telah merampungkan Pemilihan Umum Raya (Pemira) tahun ini dengan menetapkan gubernur dan wakil gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP periode 2021.

Minggu (3/1) kemarin, pasangan Umar dari program studi (Prodi) Pendidikan Bahasa Indonesia 2017 dan Ahmad Fikrianto dari Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar 2018 telah sah menduduki kursi kepemimpinan di BEM FKIP.

Mengingat pelaksanaan Pemira melakukan penyesuaian terhadap situasi dan kondisi. Dengan cara yang cukup berbeda, pesta demokrasi di FKIP tersebut dilaksanakan secara daring dan proses pemilihannya dilakukan via Zoom. Di balik pelaksanaannya, tak ayal terdapat beberapa kendala pada pelaksanaanya.

Raihan Zaid Al Ghifari, mahasiswa Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) mengaku jika euforia Pemira yang lalu tak terasa seperti Pemira di tahun-tahun sebelumnya.

Ia menyatakan jika timeline Pemira kali ini tidak sesuai dengan yang telah dibuat sebelumnya. Panitia juga tidak memberikan informasi yang jelas mengenai tanggal pastinya, sehingga jarak dari waktu kampanye dan pemilihan berjauhan.

Namun, ia mengapresiasi kerja keras panitia karena tetap mampu mengadakan kegiatan meski dalam keadaan pandemi dengan menggunakan sistem daring. Menurutnya, hal ini merupakan gebrakan yang baik walaupun di sisi lain masih banyak terdapat kekurangan. Namun, baginya hal itu dapat dimaklumi.

“Semoga makin banyak lagi pemilih-pemilih dari FKIP dan banyak juga paslon yang mencalonkan. Tidak adanya lagi angka golput, karena masyarakat FKIP ini kan kalau tidak salah jumlahnya ada 3.000 (mahasiswa),” katanya, Sabtu (2/1).

Kepada Sketsa, pada Minggu (3/1) Zahrah asal Prodi Pendidikan Guru Anak Usia Dini mengaku jika Pemira ini lebih baik daripada tahun-tahun sebelumnya sebab terdapat tiga pasangan yang mencalonkan diri.

Namun, ia menyayangkan sistem pemilihan yang kurang memadai. Di mana mahasiswa harus masuk Zoom dan menunggu tiga puluh menit bahkan lebih untuk bisa memilih. Ia menyebut jika hal tersebut membuat pemilih bosan. Selain itu, Zahrah menambahkan jika waktu untuk memilih dibatasi selama dua menit dan sempat terjadi kendala dalam melakukan submit pilihannya saat voting berlangsung.

Sementara itu, Nurfadillah asal Prodi Pendidikan Sejarah menyatakan bahwa Pemira kemarin kurang berjalan sebagaimana mestinya. Ia memaparkan, jika dirinya terkendala dalam menggunakan hak pilihnya karena di-block oleh host saat absen via Zoom.

“Pada saat saya mencoba masuk ke link Zoom untuk mengikuti kloter selanjutnya, tidak bisa bergabung di link karna tadi udah di-block sama host,” ucapnya, Selasa (5/1).

Ia menambahkan, saat menghubungi kontak yang dicantumkan sebagai penanggung jawab masalah terkait kendala teknis, orang tersebut tidak memberikan solusi yang tepat dan hanya sekadar mengarahkan untuk membuat akun baru. Menurutnya, hal ini merepotkan.

“Ada kontak yang dicantumkan, di mana itu adalah kontak yang punya tanggung jawab menangani permasalahan yang terjadi selama pemilihan yang disediakan untuk prodi di FKIP. Kemudian, saya bilang kalau saya kena block jadi gak bisa join. Kemudian di suruh buat akun baru aja lagi. Logika aja, masa saya yang di-block terus saya yang mau repot, semua orang ya gak akan mau,” akunya.

Dihubungi pada Senin (7/1), Nur Rahmatiah selaku Koordinator Acara Pemira FKIP mengonfirmasi jika beragam kendala terjadi karena kurangnya partisipasi mahasiswa FKIP dalam memilih. Ini disebabkan karena jaringan internet dan pemilih yang tidak mengkuti arahan yang telah ditentukan panitia saat pemungutan suara.

“Kendala di pemira FKIP hanya pada saat hari H. Kurangnya partisipasi mahasiswa FKIP dalam memilih karena jaringan dan juga karena pemilih tidak mengikuti arahan ketentuan panitia pada saat pemungutan suara,” terangnya.

Nur mengungkap, kebanyakan masalah yang dihadapi oleh pemilih terdapat pada sulitnya untuk submit pilihan saat voting. Mengenai hal ini, ia memaparkan jika KPPR telah memberitahukan kepada partisipan untuk memilih dalam waktu dua menit.

Terjadi pula kesalahpahaman komunikasi partisipan yang tidak memahami teknis dari pemilihan tersebut. Kurangnya pemahaman akan aturan yang telah dibuat oleh panitia juga menjadi kendala tersendiri.

“Tambahan ini sedikit penjelasan, intinya dari panitia sudah sosialisasikan terkait teknis penyelenggaraan dan semua prodi diperlakukan sama. Panitia melaksanakan sesuai dengan teknis yang sudah disepakati bersama,” tutupnya. (eng/fzn)