Berita Kampus

#PapuanLivesMatter: Ferry Butuh Solidaritas Mahasiswa Indonesia

Papua butuh solidaritas mahasiswa Indonesia

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Istimewa

SKETSA – Di tengah gerakan penolakan rasisme terhadap masyarakat Papua yang mencuat, publik kembali dibuat prihatin akan kasus yang menimpa Ferry Kombo. Ia adalah mantan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Cenderawasih (Uncen) yang dituntut 10 tahun penjara dengan pasal makar.

Kasus tersebut merupakan buntut dari aksi unjuk rasa yang dilakukan di Jayapura, Papua pada Agustus 2019 lalu terkait tindakan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Surabaya. Dilansir dari laman suara.com, selain Ferry ada enam tahanan politik lainnya yang juga dituntut dengan masa tahanan yang bervariasi.

Mereka adalah Presiden Mahasiswa Universitas Sains dan Teknologi Jayapura (USTJ) Alex Gobay yang dituntut 10 tahun penjara, Hengky Hilapok dengan tuntutan 5 tahun, Irwanus Urobmabin sebanyak 5 tahun. Selanjutnya ada Wakil Ketua II Badan Legislatif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) Buchtar Tabuni 17 tahun, Ketua KNPB Mimika Steven Itlay 15 tahun, dan Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay 15 tahun.

Saat ini, mereka dititipkan di Rutan Kelas II Balikpapan karena alasan keamanan. Kini, kasusnya bergulir di Pengadilan Negeri Balikpapan sejak Januari 2020. Menanggapi kasus yang ia alami, Ferry kemudian menyampaikan kekecewaannya lewat sebuh video yang beredar di akun Twitter @VeronicaKoman pada Jumat (5/6).

“Kalau betul apa yang kami perbuat lalu dituntut seperti itu kami terima. Tapi ini betul-betul tidak sesuai dengan fakta yang terjadi di lapangan pada saat demo juga maupun dalam persidangan,” kata Ferry mengenakan jas almamater kampusnya.

Ia kemudian meminta dukungan masyarakat dan mahasiswa agar bisa dibebaskan. “Sekali lagi saya minta dukungan kepada semua orang di luar, terutama teman-teman mahasiswa. Masyarakat dukung kami dalam doa juga solidaritas menyuarakan pembebasan kami, agar pada saat keputusan vonis nanti bisa kami bebas, kami mohon dukungannya,” lanjutnya.

Video tersebut kemudian mendapatkan banyak respons warganet, sebagian mempertanyakan kehadiran Aliansi BEM Seluruh Indonesia (BEM SI) untuk turut menyuarakan solidaritas. Kemudian, saat dihubungi Sketsa, Presiden BEM KM Unmul Kardiono Cipta Kanda mengatakan belum bisa memberikan pernyataan sikap karena masih terus mengikuti dan mengkaji kasus ini.

“Sebenarnya perjuangan solidaritas mahasiswa Papua masih dalam tahap eskalasi. Pastinya masih ada upaya hukum lanjutan untuk banding, ini tahap kedua ya. Sikap dari BEM KM masih mengkaji lebih dalam tentang kasus mahasiswa Papua yang diduga makar,” jelas Dion, Selasa (9/6).

Sementara itu, aksi solidaritas pun mulai dilakukan di media sosial dengan menggunakan beberapa tagar, salah satunya di Twitter. Seperti yang terlihat pada akun @PapuaItuKita yang terus menyuarakan solidaritas untuk ketujuh tahanan politik Papua tersebut.

Dear All, saat ini penting buat kita bersolidaritas utk Ferry Kombo Dkk, 7 tapol Papua yg mengalami pengadilan yg tidak adil. Praktek diskriminasi Hukum ini berbahaya bagi siapun juga. Dan thd orang Papua nyata didepan mata #FreeTapolPapua #PapuanLivesMatter #BlackLivesMatter,” bunyi cuitan @PapuaItuKita, Senin (8/6). (wil/len)



Kolom Komentar

Share this article