Berita Kampus

Isu Penundaan Pemilu 2024, Herdiansyah: Tidak Masuk Akal

Forte gelar diskusi bahas wacana perpanjangan masa jabatan presiden yang menuai polemik.

Sumber Gambar: Istimewa

SKETSA - Serentet wacana perpanjangan masa jabatan presiden masih bergulir di media sosial. Sebab hal itu, Forum Tebet (Forte) menggelar diskusi bertajuk Menguak Motif Perpanjangan Jabatan Presiden, pada Rabu (18/3) melalui platform Zoom Meeting.

Forum Diskusi yang dimoderatori oleh Tri Wibowo Santoso ini hadir untuk menanggapi pernyataan Menko Maritim dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan yang mengeklaim melalui kanal YouTube Deddy Corbuzier, bahwa big data tunjukkan angka 110 juta mayoritas masyarakat mendukung usulan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

Diskusi itu diramaikan oleh narasumber dari berbagai latar belakang, seperti Herdiansyah Hamzah selaku Pakar Tata Negara dan dosen Fakultas Hukum Unmul, ada pula Wanto Sugito selaku Ketua Umum Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem), Agustinus Edy Kristianto yang merupakan jurnalis investigasi, serta Anthony Budiawan sebagai Ekonom Nasional.

Wanto, pada diskusi awal, menyampaikan pernyataan yang diklaim Luhut menyoal penundaan Pemilu 2024 akan menimbulkan kekacauan logika di masyarakat. “Meskipun Pak Luhut merupakan orang dekat Presiden, beliau tidak memiliki mandat untuk menyampaikan Big Data penundaan Pemilu,” kicaunya.

Ia menduga motif Luhut menyampaikan itu didorong atas kekhawatiran tak dapat lagi mengemban jabatan atau sindrom kekuasaan. Membuat adanya kenyamanan dengan kekuasaan yang saat ini dimiliki serta keinginan untuk memperpanjang kekuasaan tersebut.

Di sisi lain, bagi Herdiansyah, tidaklah masuk akal apabila alasan penundaan Pemilu dikarenakan ekonomi dan popularitas hasil klaim semata. Masa jabatan presiden harus selaras dengan konstitusi yang telah disepakati sejak era reformasi, di mana maksimal jabatan seorang presiden adalah dua periode.

“Saya kira soal 110 juta yang diklaim oleh Luhut, bahkan kendati 250 juta sekalipun tidak ada pengaruhnya dengan cara memandang konstitusi kita,” tegasnya.

Masih menurut Hamzah, penundaan Pemilu hanya akan membawa masyarakat kembali pada trauma kolektif terhadap masa kekuasaan Soeharto. Belum lagi kekhawatiran akan sikap autocratic legalism yang dilakukan oleh para elit politik dimana bertindak seolah-olah segalanya menjadi legal.

Dalam pandangan Anthony Budiawan, penting untuk Presiden Joko Widodo menegaskan kembali bahwa tak ada penundaan Pemilu, apalagi perpanjangan kekuasaan melebihi dari apa yang ditetapkan konstitusi negara Indonesia. Dirinya juga menyampaikan bahwa partai pengusung perlu menindak tegas dan mengingatkan anggotanya agar bertanggung jawab atas pernyataan yang telah disebarkan pada publik. Ini bermaksud agar tidak terjadi kesalahpahaman di antara masyarakat.  (hmm/rst)



Kolom Komentar

Share this article