Sosok

Usaha Melihat Salju, Dari China Hingga ke Amerika

Dhysti Windyswara, mahasiswa HI FISIP Unmul, yang punya impian dan berani untuk menggapainya. (Foto: Dhysti, dok. Pribadi)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – “Never Give Up Until You See the Snow”, itulah salah satu moto hidup Dhysti Windyswara atau biasa dipanggil Dhysti. Gadis kelahiran Tarakan 13 Agustus 1997 ini, tengah merantau di Kota Tepian. Ia merupakan mahasiswi prodi Hubungan Internasional Unmul (HI) angkatan 2014.  

Ketika duduk di kelas enam SD dan ditanya apa cita-citanya, ia menjawab ingin menjadi diplomat.  “Melihat diplomat itu adalah suatu pekerjaan yang keren,” ucapnya.

Mengejar mimpinya di masa kecil, Dhysti memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya di Unmul dengan memilih prodi HI. Selain untuk mengejar mimpi menjadi diplomat, motivasi Dhysti masuk HI guna memperluas cakrawala tentang negara-negara luar.

Menurut Dhysti, “Kita sebagai seorang mahasiswa tidak boleh terfokus hanya pada satu hal, kita harus mencoba sesuatu yang baru dan terus menggali tentang apa saja yang ada di dunia ini.”

Dhysti pun melihat peluang untuk mewujudkan mimpinya, ketika Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) chapter Unmul mengadakan sosialiasi kompetisi lomba esai “Write to China” pada Maret 2016 lalu.

“Wah ini merupakan satu kesempatan untuk bersaing, mengasah skill menulis, dan memacu diri kita keluar dari zona nyaman,” jelas Dhysti kepada Sketsa Jumat (9/12) lalu.

Berhasil, Dhysti lolos seleksi dari 400-an orang peserta, yang telah disaring hingga menjadi 15 orang pemenang. Dhysti dan 14 orang pemenang lomba esai diterbangkan ke China pada Mei 2016 untuk melakukan study trip ke lima kota di negara tersebut. Salah satu agenda yang dilakukan dalam study trip itu adalah menghadiri diskusi bersama mahasiswa-mahasiswa dari Universitas Peking.

“Wow finally, akhirnya aku nyampe di sini,” ungkap Dhysti yang sedari dulu ingin ke Negeri Tirai Bambu itu. Ia mengaku senang karena jerih payahnya mengerjakan esai selama ini akhirnya membuahkan hasil.

Tak berhenti sampai di situ, Dhysti kembali menantang dirinya dengan mendaftarkan diri menjadi salah satu delegasi World Bank Group (WBG) Youth Summit 2016 yang diadakan di Washington DC, Amerika Serikat. Lebih ketat, kali ini Dhysti harus bersaing dengan 1800 peserta lainnya yang berasal dari seluruh dunia.

Demi lolos menjadi delegasi, Dhysti harus bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pihak World Bank. Lagi, Dhysti dinyatakan lolos seleksi. Ia satu dari 200 peserta yang berhasil mendapatkan kesempatan pergi ke Amerika Serikat.

Dhysti pun menempuh jalan yang tak mudah. Mulai harus mengurus visa sendiri di Surabaya, yang seharusnya telah diurus tiga bulan sebelum keberangkatan. Dhysti baru sempat mengurus segala sesuatunya, disebabkan pengumuman seleksi yang mepet dengan waktu pelaksanaan.

Akhirnya, November 2016 lalu Dhysti terbang ke Negeri Paman Sam membawa nama Unmul juga Indonesia. Dari 200 peserta yang lolos, sekitar 170-an orang yang hadir dan Dhysti peserta termuda yang menjadi delegasi. Di acara tersebut, Dhysti dan 170-an peserta lainnya berdiskusi tentang bagaimana cara mengedukasi guna diterapkan pada abad ini.

“Pengalamannya impressing banget. It’s totally different from Indonesia,” kata Dhysti.

Belum tercapai impiannya melihat salju, Dhysti datang ke Amerika ketika musim gugur. “Aku enggak bakal nyerah sampai aku ngelihat salju,” katanya.

Menurut gadis bersuara lembut ini, semua orang itu punya mimpi. Demi menggapai mimpi tersebut, harus digapai dengan agresif. Ketika mimpi tersebut berhasil digapai maka di situlah kamu akan menemukan dirimu yang sebenarnya.

Dhysti juga berpesan kepada para mahasiswa, terutama mahasiswa-mahasiswi Unmul, agar tetap berusaha dan rajin mencari informasi, walaupun Unmul tidak termasuk universitas yang namanya besar. “Kita tetap harus mampu membuktikan bahwa kita bisa membawa nama universitas kita ke tingkat internasional,” pungkasnya. (rrd/jdj)




Kolom Komentar

Share this article