Sosok

Menilik Sosok Eksekutif Mahasiswa

Sosok Presiden dan Ketua BEM Fakultas se-Unmul. (Design: Eka Rizki)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Petang 27 Agustus, awak Sketsa bertandang ke sekretariat Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FKIP, yang disambut langsung oleh Gubernur dan Wakil Gubernurnya, Rizaldo dan Indra Kurniawan. Aldo gamblang mengurai gaya kepemimpinannya hingga latar belakang dirinya maju sebagai mahasiswa nomor satu di FKIP pada Oktober 2016 lalu.

Menyoal gaya kepemimpinan Aldo di kampus mahasiswa terbanyak itu, Aldo mengaku unik. Ia dan sang wakil tanpa sengaja saling melengkapi dengan perbedaan watak masing-masing. Hal itu dirasakan oleh para staf mereka di BEM.

“Indra yang kadang keras dan saya yang lembut. Tapi dalam hal kepemimpinan, saya berusaha demokratis dan egaliter, tidak otoriter. Kita belajar juga soal karakter kepemimpinan. Ya, kita kontradiksi tapi saling menyempurnakan," ungkapnya.

Sedangkan memandang eksekutif mahasiswa, buat Aldo merupakan ladang kebaikan yang selalu ia tekankan pada kadernya. Sebagaimana fungsi organisasi yang mewadahi, memfasilitasi, sekaligus lokomotif penggerak mahasiswa yang harus sadar dengan peran utamanya.

“Jadi, eksekutif mahasiswa adalah pergerakan yang di dalamnya terdapat orang-orang yang menggerakkan sesuatu dalam hal kebaikan dan menebarkannya. BEM FKIP ini wadah kebaikan maka hadirnya kita ini tidak hanya baik untuk diri kita, tapi harus ditebarkan kepada orang lain," lanjutnya.

Mengenai perjalanan organisasi, rupanya Aldo menyimpan kisah unik. Sewaktu SMA, laki-laki asal Kutai Barat itu pernah ditolak bergabung di OSIS. Namanya ditolak bersama satu siswa lain yang dicap paling nakal. Di luar dugaan yang mengenalnya sekarang, Aldo mengungkapkan dirinya yang nakal. Tampak kontras dengan kepribadiannya sebagai eksekutif mahasiswa kini.

“Waktu SMA saya salah satu anak yang nakal," kenangnya.

Masa SMA akhirnya berlalu dan Aldo memilih Unmul sebagai tempatnya berkuliah. Aldo diterima di jurusan PPKN Konsentrasi Pendidikan Sejarah. Tak jera ingin jadi organisatoris, Aldo akhirnya memutuskan bergabung dengan BEM FKIP meski masih buta dengan pilihan departemen yang waktu itu disodorkan. Kegemaran berorganisasi itu rupanya berlanjut dengan bergabungnya ia di sejumlah organisasi lain yakni himpunan mahasiswa, LDK, tanpa meninggalkan BEM FKIP. Aldo pun terdaftar sebagai anggota aktif di organisasi eksternal, yakni Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim (KAMMI), dan Garap Kaltim.

Tanpa ia duga, hidup dengan aktivitas organisasi ternyata ikut mengubah drastis perjalanan hidupnya menjadi lebih baik. Alumnus SMA 1 Kecamatan Penyinggahan, Kabupaten Kutai Barat itu pun tak mengabaikan restu kedua orang tuanya untuk segala perkara hidup, tak terkecuali berorganisasi. Bahkan tiada yang menyangka, ia berhasil membawa BEM FKIP sebagai salah satu BEM fakultas dengan anggota terbanyak dan terbilang aktif di berbagai kegiatan.

"Saya nyalon BEM ini juga dari restu orang tua. Jadi, mereka paham dengan kesibukan saya, bahkan melihat perubahan drastis dalam hidup saya. Dari maba saya memang selalu cerita kegiatan saya di kampus. Saya baru merasa hidup ketika ikut organisasi dan itu saya jelasin ke orang tua. Dari situ saya pernah sampaikan komitmen bahwa saya harus lebih daripada sembilan orang anak dari kampung saya (Kubar) yang kuliah di Samarinda," pungkasnya.


Perempuan dalam Sosok Eksekutif Mahasiswa

Setelah mengulas satu sosok eksekutif mahasiswa di kampus dengan mahasiswa terbanyak, Sketsa pun menyoroti satu-satunya sosok perempuan yang menjadi pimpinan BEM Fakultas. Ialah, Presiden BEM FISIP Nur Hariyani. Mahasiswa Hubungan Internasional (HI) angkatan 2014 tersebut pun berkisah panjang.

"Sebenarnya sosok eksekutif mahasiswa di kampus itu sudah tidak seksi lagi. bahkan dia sudah tidak mampu memasang bargain di antara seluruh mahasiswanya," ucap Yani pada Sketsa, 1 September itu. Ia mengatakan sosok pemimpin hari ini perlu menjadi perhatian khusus bagi semua pihak.

"Banyak sekali di tingkat fakultas, presiden itu tidak dikenali rakyat, misalnya. Apalagi di tingkat universitas, presiden mahasiswa itu yang mungkin dikenali secara eksis melalui media. Namun, sosoknya dia dengan memberikan pemahaman tentang eksekutif mahasiswa ini tidak pernah langsung tersampaikan," lanjutnya.

Dalam tatanannya, personel BEM FISIP tidak memandang jabatan, karena sejatinya jabatan adalah amanah. Ketika ditanya bagaimana ia memimpin BEM FISIP, Yani menuturkan ada konsep 3K yang jadi patokan. Yakni, komunikasi, konfirmasi dan koordinasi. Sebagai kampus yang menjunjung tinggi demokratisasi, pihaknya menghargai keberagaman di FISIP.

“Jika diibaratkan sebagai Indonesia, banyak partai terdapat di dalamnya, banyak suku bangsa di dalam. Kiri, kanan dan tengah ada semua, jadi kalau mau memperjuangkan satu paham dan landasan saja tidak akan bisa. Makanya kita coba untuk mengakomodir secara keseluruhan," sambungnya.

Yani ternyata tidak lahir dan besar di Indonesia, ia lahir di Sabah, Malaysia. Sadar tak mengetahui banyak tentang sejarah bangsanya, membuat ia termotivasi untuk memperbanyak pergaulan, utamanya semenjak kuliah. Itulah yang mendasari ia menjadi seorang organisatoris, dan mencoba menambah banyak teman di Kampus Hijau.

Karir organisasinya dimulai saat menjadi anggota di Himpunan Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional (HIMAHI) pada 2014 silam. Semua berawal dari nol, ia tak tahu menahu tentang eksekutif. Lambat laun, eksistensinya dalam memimpin mulai diakui, bahkan tadinya menjadi anggota biasa HIMAHI, naik menjadi Wakil Ketua HIMAHI pada 2016 lalu. Kemudian Yani ditawari menjadi Presiden BEM FISIP, dan mengharuskannya melepas jabatan yang sebelumnya diemban.

Selain di kampus FISIP, Yani juga tergabung dalam Ikatan Keluarga Mahasiswa Sulawesi Selatan (IKAMI-Sulsel), dan Himpunan Mahasiswa Indonesia (HMI). “Ada juga beberapa teman-teman yang mengatakan untuk apa sih kita eksis-eksis di luar? Hanya saja di satu sisi, ada pembelajaran lebih kalau menurut saya pribadi, karena itu yang membentuk desain pemikiran kita," katanya. (myg/aml/jdj)



Kolom Komentar

Share this article