Opini

UKT Semester 9 Wajib Turun!

Menanggapi polemik UKT, Freijae Rakasiwi, Menteri Sosial Politik BEM KM Unmul 2017 menuliskan opininya. (Sumber foto: anisrusmini.wordpress.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Innalillahi Wa Innalilahi Roji'un. Duka mendalam datang dari kampus terbesar di Kalimantan, yang baru saja mendapatkan akreditasi A di bulan Ramadan. Kampus yang berbasis kerakyatan tapi rasa swasta, Universitas Mulawarman.

Pembayaran untuk semester baru telah tiba, seperti biasa sebagai mahasiswa kita harus memenuhi kewajiban untuk membayar uang kuliah tunggal (UKT). Tapi, tahun ini polemik UKT masih belum selesai, terkhusus untuk semester 9. Karena, kebijakan belum dikeluarkan oleh rektor.

Perlu kita ketahui bersama, UKT adalah sistem yang menghendaki besaran tanggungan selama kuliah. Sesuai kemampuan ekonomi mahasiswa yang harus dibayarkan setiap semester, dengan konsekuensi menggunakan sistem subsidi silang. Yang mampu mensubsidi yang tidak mampu. 

UKT sendiri dibagi ke dalam beberapa kelompok. Di Universitas Mulawarman sendiri dibagi 5-8 golongan UKT. Dari yang murah golongan 1 sebesar Rp 500 ribu dan yang paling mahal dari Fakultas Kedokteran sebesar Rp 25 juta. Angka yang besar dengan kondisi ekonomi sedang sulit.

Kebijakan tentang UKT diterapkan mulai tahun 2013. Berdasarkan Permendikbud Nomor 55 tahun 2013 yang telah terjadi perubahan pada Permen No 73 tahun 2013. Tujuan diterapkannya sistem UKT adalah untuk meringankan beban mahasiswa dengan sesuai kemampuan ekonominya (kisahnya) seperti itu.

Sejak mulai diberlakukannya kebijakan ini, muncul berbagai tanggapan sampai keluhan dari kalangan mahasiswa maupun pihak civitas akademika, begitu pun di kampus Unmul dan bahkan, munculnya tanggapan bahwa rumus perhitungan antara UKT, BOPTN dan BKT yang menitik beratkan kepada pendapatan.

Namun, tetap saja masih terdapat kelemahan, meskipun sudah berjalan 3 tahun dan 4 angkatan telah merasakan pemberlakuan sistem UKT ini. Tapi, masih belum adanya kejelasan transparansi golongan dalam UKT. Serta tidak meratanya pemahaman terkait penyesuaian UKT yang sudah jelas ada SOP, ditandatangi oleh pihak rektor. Namun, masih saja di beberapa fakultas, belum kooperatif, tidak menghendaki penyesuaian dan gagal paham soal UKT.

Dalam jalannya pelaksanaan UKT di Unmul menimbulkan masalah dari tahun ke tahun. Mulai dari sistem penggolongan UKT yang belum tepat dan adil. Transparansi anggaran sangat kurang. Variabel penggolongan UKT yang kurang jelas, tingginya nominal UKT dan perbedaan kebijakan antara mahasiswa jalur SNMPTN & SBMPTN dengan jalur SMMPTN. Mulai tahun lalu rektor menetapkan kebijakan langsung di golongan 4 dan 5 ini, menyebabkan mahasiswa banyak yang tidak melanjutkan studinya karena UKT mahal.

Beberapa pekan terakhir, di Unmul ramai membicarakan UKT dan seluk beluk di dalamnya. Tentu, menjadi perhatian khusus karena UKT terus menjadi masalah dan butanya pihak kampus atas kesejahteraan mahasiswanya

Apakah selama ini kita mengetahui bersama, apa saja sih yang di dalam unit cost UKT? Dan, apa saja yang dibayarkan dalam UKT kita selama kuliah di Unmul.

Mari kembali kita bedah rumus UKT = BKT – BOPTN

Dalam bahan presentasi Permendikbud tentang Penyusunan Unit Cost (Biaya Langsung+Biaya Tidak Langsung), dijelaskan bahwa satuan UC atau BKT akan dibagi dengan angka 8, yang menunjukkan lamanya pembelajaran.

Sebagai contoh sebuah prodi dengan Unit Cost sebesar Rp 84,981,342,. Apabila dibagi dengan empat tahun seperti yang terkutip dalam SSBOPTN maka nilai UC mahasiswa pertahun adalah Rp 21.245.335,- dan apabila nilai UC dibagi dengan jumlah semester (8 semester) maka mendapatkan UC per semester sebesar Rp 10.622.668.

Maka, jika dibandingkan dengan sistem SPMA, seharusnya akumulasi UKT hingga 8 semester untuk sarjana atau 6 semester untuk diploma telah melunaskan biaya pendidikan berupa uang gedung (uang pangkal) dan seluruh SKS untuk kelulusan (rata-rata 144 SKS untuk S1 dan 110 SKS untuk diploma).

Perhitungan BKT atau UKT dengan nilai pembagi 8 semester bagi jenjang sarjana dan 6 semester untuk diploma diperkuat dalam pedoman penyusunan Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi Negeri (SSBOPTN) yang dikeluarkan oleh dikti, yakni dalam perhitungan paket BOPTN didasarkan atas rumus dengan nilai (n) sebagai pembagi dalam jumlah semester, yaitu semester 8 untuk jenjang sarjana dan n=6 untuk jenjang diploma.

Jika ingin UKT rendah, maka seharusnya BOPTN harus lebih tipis selisihnya dengan BKT (Biaya Kuliah Tunggal) atau jika BOPTN rendah, seharusnya BKT pun rendah.

Kampus Unmul selalu "berteriak" ke pusat dalam hal BOPTN, karena BOPTN kita selama 3 tahun terakhir, naiknya tidak berdampak signifikan.

Tahun 2015 sebesar Rp 31 milyar, tahun 2016 sebesar Rp 33 milyar dan tahun 2017 tetap Rp 33 milyar. Ini yang menyebabkan pihak kampus berdalih selalu kurang dalam hal operasional, karena BOPTN dari Pemerintah Pusat tidak mampu membiayai seluruh operasional kegiatan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Unmul (statement rektor, beserta jajarannya saat Audiensi 2015-2016). Sehinga, BOPTN yang lebih rendah dari BKT, maka konsekuensinya UKT yang tinggi dan dibebankan ke mahasiswa?

Hari ini sudah jelas, posisi kami Mahasiswa Unmul menolak tegas rektor, untuk terus dengan "keras kepala" tidak mengindahkan keinginan mahasiswa dalam UKT semester 9. Ini bukan masalah angkatan 2013, tapi ini masalah seluruh Mahasiswa Unmul dan kita pasti akan mengalaminya. Kita harus runtuhkan keras kepalanya pihak kampus dan akus akan pendapatan, sehingga mahasiswa menjadi korban.

Rektorat telah membodohi mahasiswa dengan perhitungan, tanpa adanya sosialisasi. Pertama, Rektorat berdalih perhitungan UKT di Unmul selama 10 semester. Itu aturan diambil dari mana? Sudah jelas dalam permendikbud 55/2013 UKT diatur 8 semester. Setelah 8 semester, haram hukumnya membayar UKT full. Pihak kampus pun telah melanggar aturan karena menerapkan kebijakan, tanpa adanya SK atau sebagainya.

Kedua, Rektorat telah berdalih bahwa jurang defisit akan melebar jika UKT tidak dibayar full. Iya jelaslah memakan omongan diri sendiri, sudah jelas UKT diatur 8 semester tapi malah mengalokasikan 10 semester. Dan rektorat sudah gagal paham dalam perencanaan anggaran. Pembodohan ketiga, ialah Unmul hari ini terus menerus menggaungkan lulus cepat 8 semester, tapi UKT diatur dalam 10 semester, jika kita sudah lulus 8 semester, uang kita yang dua semester ini ke mana ?

Jelas ini pembodohan secara sistematis dan sudah menghianati kepercayaan Mahasiswa yang berkuliah di Unmul. Iya memang mahal kuliah di Unmul, karena bayar full. Sudah jelas dalam aturan, UKT diatur dalam 8 Semester, bukan 10 Semester. Otomatis, UKT sudah tidak berlaku lagi bagi semester 9 keatas.

Dan, tidak ada kata lain selain TURUN!

Ini kebijakan berdampak pada semua Mahasiswa di Unmul yang menempuh semester 9 bukan untuk tahun ini saja, tapi untuk tahun tahun selanjutnya

Kuliah di Unmul memang butuh pengorbanan, kampus akreditasi A rasa swasta. Tidak pernah mementingkan hak Mahasiswa skala besar

Ini bukti, rektorat Unmul telah GAGAL menyejahterakan mahasiswanya.

Suara dibungkam, lantas apakah terus diam? Seruan untuk seluruh mahasiswa Unmul untuk melawan rezim gagal! UKT mahal tapi fasilitas tak setimpal didapatkan.

Saya mengajak seluruh mahasiswa Unmul apapun latar belakangnya, dan seluruh dosen Unmul untuk menegakkan keadilan di kampus. Apapun alasannya, kita wajib tolak untuk pembayaran full UKT semester 9 dan keatas. Keluhan mahasiswa berkaitan UKT berdasar dan berangkat dari kegelisahan.

Jika Unmul tidak mengindahkan suara mahasiswa, kami siap menyegel seluruh bank di Unmul untuk mahasiswa tidak membayar UKT.

UKT harus turun dan tidak ada tawar-menawar lagi!

Freijae Rakasiwi

Menteri Sosial Politik BEM KM Unmul 2017



Kolom Komentar

Share this article