Opini

Memaknai Kebhinekaan dalam Bingkai Pancasila

Sebuah opini dari Freijae Rakasiwi, Menteri Sosial Politik BEM KM Unmul 2017 dalam memperingati Hari Lahir Pancasila. (Sumber ilustrasi: galena.co.id)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Kemerdekaan Indonesia lahir dari sebuah perjuangan yang sangat sulit mulai dari melawan penjajah sampai merumuskan dasar negara Indonesia. Tentu Indonesia mempunyai dasar dan fondasi negara yang kokoh dari Pancasila. Sangat jelas tujuan dan dasar negara kita dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dari marwah luhur nilai-nilai Pancasila.

Sebelum Pancasila dirumuskan dan disahkan sebagai Dasar Filsafat Negara nilai-nilainya telah ada pada bangsa Indonesia yang merupakan pandangan hidup yaitu berupa nilai-nilai adat istiadat serta nilai-nilai kausa materialis Pancasila. Dengan demikian antara Pancasila merupakan marwah bangsa Indonesia. Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia. Setelah bangsa Indonesia mendirikan negara maka oleh pembentuk negara, Pancasila disahkan menjadi dasar negara Republik Indonesia. Sebagai suatu bangsa dan negara, Indonesia memiliki cita-cita dan tujuan.

Maka dalam pengertian inilah Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia dan sekaligus sebagai asas persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. Dengan demikian Pancasila sebagai dasar filsafat negara, secara objektif diangkat dari pandangan hidup yang sekaligus juga sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia yang telah ada dalam sejarah bangsa sendiri.

Namun, banyak sekali yang melupakan atau tidak merevitalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Banyak muncul pertanyaan di kalangan masyarakat sekarang adalah bukankah Pancasila digali langsung dari rakyat Indonesia, bukankah Pancasila adalah cerminan jati diri bangsa Indonesia? Lalu jika demikian, mengapa tindakan serta perilaku rakyat maupun para penguasa negeri saat ini jauh dari nilai-nilai Pancasila?

Ada berbagai fenomena yang menjadi penyebab mulai lunturnya nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga perilaku penyimpangan terhadap nilai Pancasila kerap kali terjadi. Di antaranya menurunnya sosialisasi nilai-nilai Pancasila dalam masyarakat, pendidikan mengenai pengamalan nilai-nilai Pancasila yang kurang dalam masyarakat, sikap apatisme, serta berkembangnya hedonisme dan materalisme.

Tentu kita harus resapi makna tersirat dalam sila pertama sampai sila kelima dalam Pancasila. Dengan memaknai nilai-nilai luhur Pancasila, maka kita sebagai rakyat Indonesia akan selalu berdiri tegak mempertahankan fondasi kokoh dan pilar-pilar negara Indonesia.

Dalam sila pertama mengandung makna adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang menciptakan alam semesta beserta isinya. Dan di antara makhluk ciptaaan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah terbatas, sedangkan selain-Nya adalah terbatas.

Indonesia didirikan atas landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa yang sebagai konsekuensinya, maka negara menjamin kepada warga negara dan penduduknya untuk memeluk dan untuk beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

Oleh karena itu di dalam negara Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal Ketuhanan Yang Maha Esa, dan sikap atau perbuatan yang anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Artinya tidak ada satupun yang boleh menistakan nilai-nilai keagamaan dan ketuhanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sedangkan sebaliknya dengan paham Ketuhanan Yang Maha Esa ini hendaknya diwujudkan dan dihidupsuburkan kerukunan hidup beragama, kehidupan yang penuh toleransi dalam batas-batas yang diizinkan oleh atau menurut tuntunan agama masing-masing, agar terwujud ketenteraman dan kesejukan di dalam kehidupan beragama.

Sila kedua adalah mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Saling mencintai sesama manusia, Mengembangkan sikap tenggang rasa, tidak semena-mena terhadap orang lain, menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan, berani membela kebenaran dan keadilan, bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat dunia internasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

Sila ketiga mempunyai tujuan menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, rela berkorban demi bangsa dan negara, cinta akan Tanah Air, berbangga sebagai bagian dari Indonesia, memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. Dalam bingkai kebhinekaan persatuan merupakan harga mati bagi Indonesia tidak ada satupun yang boleh memecah belah NKRI dengan alasan dan cara apa pun.

Sila keempat mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, mengutamakan budaya rembuk atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama, bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.

Semua rakyat Indonesia harus menjunjung tinggi suara rakyat tanpa ada pembungkaman dengan menutup ruang-ruang demokrasi. Tentu, hal ini harus mempunyai komitmen yang kuat bagi para penyelenggara NKRI maupun rakyat Indonesia, untuk sedikit demi sedikit menuju kondisi ideal seperti yang disajikan dalam prinsip yang ada pada sila-sila di Pancasila. Agar mimpi atau impian para pejuang kemerdekaan untuk membentuk suatu masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera bisa terwujud.

Terakhir sila kelima mempunyai tujuan bersikap adil terhadap sesama, menghormati hak-hak orang lain, menolong sesama, menghargai orang lain, melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama.

Semua masyarakat harus menjunjung tinggi supremasi hukum yang bersifat adil dan tidak pandang bulu untuk mencapai kesejahteraan rakyat dengan adil dan merata.

Sebagai ideologi bangsa, nilai-nilai dan cita-cita bangsa yang terkandung dalam Pancasila tidak dipaksakan dari luar, melainkan digali dan diambil dari kekayaan rohani moral dan budaya masyarakat Indonesia sendiri. Dan bukan keyakinan ideologis sekelompok orang, melainkan hasil musyawarah dan konsensus dari masyarakat. Oleh karena itu Pancasila merupakan ideologi terbuka, karena digali dan ditemukan dalam masyarakat itu sendiri dan tidak diciptakan oleh negara. Dan Pancasila adalah milik seluruh rakyat Indonesia, karena masyarakat Indonesia menemukan kepribadiannya di dalam Pancasila.

Bangsa ini, mestinya bangga memiliki Pancasila. Pancasila harus jadi pedoman dalam mengelola negara. Karena itu, pembentukan peraturan perundang-undangan harus mencerminkan dan diilhami oleh nilai-nilai Pancasila, bukanlah asal mengadopsi nilai demokrasi semata. Pancasila adalah alat ukur dan pedoman yang memberi arah pembangunan demokrasi Indonesia, bukan sebaliknya. Demokrasi yang hendak dibangun adalah demokrasi berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, demi Kemanusian Yang Adil dan Beradab, bertujuan memperkokoh Persatuan Indonesia, didasarkan pada Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksaan Dalam Permusyawaratan Perwakilan, serta untuk sebuah cita-cita, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Dengan demikian, menjadi bangsa yang besar tentu harus mengamalkan dan menerapkan nilai-nilai Pancasila di dalam kehidupan sehari-hari, karena Pancasila adalah kita semua.

Aku bangga menjadi bagian Pancasila!

Aku cinta Indonesia!

Ditulis oleh Freijae Rakasiwi, Menteri Sosial Politik BEM KM Unmul 2017



Kolom Komentar

Share this article