Budaya

Temputn, Legenda Masyarakat Suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung yang Jarang Diketahui

Kisah-kisah masyarakat Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung yang penuh dengan makna historis

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Marcell/Sketsa

SKETSA — Kemajemukan masyarakat Indonesia telah menganugerahkan bangsa ini dengan ratusan cerita rakyat berupa kisah legenda, maupun mitos dari berbagai macam suku bangsa. Cerita-cerita seperti Malin Kundang dari Sumatera Barat yang mengajarkan pentingnya menghormati orang tua hingga Sangkuriang yang mengisahkan asal-usul Gunung Tangkuban Perahu dari Jawa Barat mungkin sudah tidak asing di telinga kita.

Tidak ketinggalan, Kalimantan Timur juga menyimpan sejumlah cerita rakyat, lo! Dari sekian banyak suku bangsa yang tersebar di Kalimantan Timur, Sketsa telah merangkum beberapa legenda asal Suku Dayak Benuaq dan Dayak Tunjung. 

Kedua suku ini berbagi beberapa aspek kebudayaan yang sama. Salah satunya adalah temputn, tradisi oral berupa mitos yang dilantunkan saat upacara-upacara adat seperti Kuangkai (upacara kematian) dan juga Nalitn Tautn (upacara memohon panen yang melimpah).

Berdasarkan kepercayaan asli masyarakat Benuaq dan Tunjung, temputn bukanlah cerita “biasa” layaknya intotn yang masih diragukan apakah nyata atau hanya khayalan belaka. Temputn adalah legenda masyarakat Benuaq dan Tunjung. Mitos tersebut menceritakan tentang penciptaan langit dan bumi, hingga asal-usul kematian serta asal-usul roh-roh yang mendiami dunia masyarakat Benuaq dan Tunjung. 

Temputn sendiri kemungkinan berasal dari kata putn yang berarti batang pohon. Simbol dalam arti kata temputn senada dengan kisah yang seringkali menceritakan tentang silsilah keluarga, seperti dalam cerita Temputn Langit Tana, kisah penciptaan langit dan bumi.

Temputn memiliki makna yang mendalam. Lantunan temputn tak hanya menemani masyarakat dalam melakukan upacara adat yang berlangsung selama berhari-hari bahkan berbulan-bulan, akan tetapi juga bertujuan untuk memanggil roh-roh dengan persembahan. 

Mereka meyakini bahwa ritual pemanggilan arwah tersebut mampu membantu kehidupan sehari-hari, seperti memohon panen yang melimpah atau kesehatan. Penyebutan nama dan silsilah roh-roh ini tidak boleh sembarangan. Malapetaka akan terjadi jika temputn dilantunkan dengan salah.

Terdapat banyak sekali temputn yang mewarnai kehidupan masyarakat Benuaq dan Tunjung. Berikut merupakan beberapa cerita rakyat yang Sketsa telah rangkum khusus untukmu!

Temputn Langit Tana, Penciptaan Langit dan Bumi

Penciptaan langit dan bumi dalam suku Benuaq dan Tunjung dimulai dengan keadaan yang sangat hampa dan lebih gelap dari malam yang tergelap. Hanya ada sebuah elang bernama Beniak Lajang Langit yang seakan-akan ditunggangi oleh sebuah roh bernama Wook Ngesok. Di sini, dua keluarga telah tinggal selama delapan generasi di masing-masing pundak Wook Ngesok. Imang Mengkelayakng dan Lolang Kintang adalah generasi kedelapan dari masing-masing keluarga.

Kehidupan dan kisah cinta yang tragis dari Imang Mengkelayakng dan Lolang Kintang mengawali penciptaan langit dan bumi dalam Temputn Langit Tana. Merasa sudah tidak memiliki apa-apa, mereka memutuskan untuk mengakhiri hidupnya di tangan Wook Ngesok yang seakan membentuk jurang yang saling berhadapan. 

Mereka berdua saling bertatapan di masing-masing tangan. Mereka berdiri dan saling bertukar cerita. Akhirnya, keduanya memutuskan untuk menikah dan membangun rumah yang menjembatani jurang tempat mereka bertemu.

Waktu berlalu dan mereka dikaruniai banyak anak. Salah satunya adalah Seniang Olo, roh Matahari dan juga Seniang Bintakng, Bintang yang tidak terhingga. Rumah mereka pun makin sesak dan tangisan anak-anak mereka tak pernah berhenti. Mereka akhirnya meminta pertolongan kepada keluarga mereka dan roh-roh lain untuk membangun tempat yang lebih luas. 

Pejadiq Bantikng Langit, Peretikaq Bantikng Tuhaq memerintahkan keluarga Imang Mengkelayakng untuk menyiapkan bahan membangun langit dan keluarga Lolang Kintang untuk membangun bumi. Perlahan-lahan, langit dan bumi pun tercipta.

Temputn Mate, Asal Usul Kematian

Kisah tentang asal-usul kematian dimulai dengan ketamakan sebuah kepala desa bernama Mukng Melur. Mukng memiliki segalanya: tujuh istri, kerbau sebanyak jumlah batu yang ada di riam, tombak sebanyak rumput ilalang, hingga kambing sebanyak buah langsat. Segala hal yang ada di dunia bisa ia miliki.

Suatu hari ketika ia sedang bersantai di depan rumahnya bersama istri-istrinya, dua di antara mereka berkata bahwa ada satu hal yang tidak Mukng miliki, yakni bulau mate, emas kematian. Seketika Mukng merasa gusar karena ada satu hal yang tidak ia miliki. Mukng merasa bahwa segala tanah yang ia miliki hanya sebesar sepundak tanah dan langit mengecil seukuran piring kayu. Mukng bertekad untuk memiliki bulau mate.

Demi mencari bulau mate, Mukng berkelana ke desa-desa lain, namun hasilnya nihil. Mukng makin gusar karena ada satu hal yang tidak ia miliki. Pada kali ketujuh ia berkelana, Mukng menemui Jarukng Taman Tokah yang mengatakan bahwa dirinya bodoh karena sebenarnya salah satu istrinya, Ineq Ile, tahu di mana letak bulau mate. Mendengar hal ini, Mukng kegirangan dan bergegas kembali ke desanya. Segala kerisauan, kegusaran, kemarahan yang ia miliki seketika hilang bagaikan orang yang baru saja memenangkan undian karena ia tahu, sebentar lagi ia akan mendapatkan bulau mate.

Setelah kembali ke desanya, Mukng berdebat dengan Ineq Ile untuk memberitahu di mana ia bisa memperoleh bulau mate. Perdebatan lama berlangsung, namun Ineq Ile akhirnya mengalah. Ritual kematian Mukng dimulai dengan memanggil Mantiq (bangsawan) agung dari langit. Lantunan gong, tangisan, drum mewarnai ritual kematian Mukng. 

Perlahan-lahan, penampilan Mukng berubah. Rambutnya rontok sedikit demi sedikit, giginya berjatuhan, fisiknya mulai rapuh selama ritual berjalan. Istri-istrinya memohon kepada Mukng untuk menghentikan ritual ini. Tetapi, Mukng marah dan berkata bahwa ia harus memiliki bulau mate. Akhirnya, ia tidak bisa melakukan apa-apa selain merasakan sakit dan terbaring diam. Di tengah kesakitan ini, Mukng mengutuk keturunannya agar mengalami nasib yang serupa dengannya.

Mukng hanya dapat terbaring lemas dan belum mendapatkan bulau mate yang sangat ia dambakan. Demi memenuhi keinginannya, ia dibawa ke ayah Ineq Ile, Tatau Konraakng Laakng yang menyimpan tana putus mate, tanah dimana manusia dibentuk dan ape bungan tana, tanah yang mengakhiri kematian. Ketika semua sudah dikumpulkan, Konrakkng Laakng memanggil Sencelaokng Wook. Sencelaokng Wook mengangkat pedangnya dan memotong napas Mukng. Bulau mate akhirnya menjadi milik Mukng Melur.

Nah, itulah beberapa kumpulan temputn suku Benuaq dan Tunjung. Kedua temputn ini hanyalah sebagian dari banyaknya kebudayaan suku Benuaq dan Tunjung di Kalimantan Timur. Kisah selengkapnya dapat kamu baca melalui buku bertajuk Temputn karya Michael Hopes, Madrah, dan Kaarakng. Bagaimana, tertarik untuk membacanya? (mar/dre)



Kolom Komentar

Share this article