Pestari 2022: Mengembalikan Kemurnian Jiwa dalam Menari yang Sering Dilupa
Memperbincangkan seni tari sebagai upaya mewariskan kebudayaan lokal
- 13 Dec 2022
- Komentar
- 1184 Kali
Foto: Dokumen Pribadi
SKETSA – Hadir sebagai upaya generasi muda dalam mengambil peran untuk menjaga dan melestarikan kebudayaan, Perbincangan Seni Tari (Pestari) yang diusung oleh mahasiswa Ilmu Komunikasi A 2020 sukses diselenggarakan. Bertempat di Ruang Serbaguna HI FISIP Unmul pada Senin (12/12), puluhan peserta yang berasal dari berbagai Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota Samarinda terlihat memadati lokasi acara.
Acara yang bertajuk Lestari dengan Menari ini dibuka secara spesial oleh penampilan Tari Jepen dari Klub Tari FKIP Unmul. Setelahnya, Defi Qolbi selaku pewara acara menyapa seluruh tamu undangan dengan hangat.
Sebelum melaju ke inti acara, sejumlah pejabat FISIP Unmul turut memberikan sambutannya kepada para tamu undangan. Tak terkecuali Rina Juwita, Koordinator Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Unmul.
Dalam sambutannya, Rina turut menyinggung eksistensi tari tradisional yang bersisian dengan masifnya penyebaran K-Pop. Menurutnya, penting bagi generasi muda mengetahui nilai dan ciri khas kebudayaan yang dimiliki.
“Terutama tarian-tarian yang sedang viral, misalnya tarian K-Pop, semua pada bisa, tapi banyak yang kemudian ketika disuruh menari tarian Indonesia seperti apa, banyak yang enggak tahu,” ucap Rina.
Wakil Dekan bidang Akademik FISIP Unmul, I Ketut Gunawan juga tak ketinggalan memberikan sambutannya pada acara tersebut. Tuturnya, agenda Pestari penting bagi khalayak guna mengenal sekaligus mengetahui upaya mewariskan kebudayaan di tengah pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
“Saya kira kegiatan pada hari ini sangat penting untuk (mengetahui) bagaimana mewariskan kebudayaan agar tidak hilang begitu saja. Sehingga, sisi humanis dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bisa kita imbangi,” tutur Ketut sekaligus membuka secara resmi rangkaian acara Pestari 2022.
Beralih kepada Irsalinda Wesa Nurrahim yang mengambil alih jalannya acara pagi itu. Pada sesi ini konsep talkshow sengaja disuguhkan untuk mengemasnya menjadi sebuah perbincangan yang menarik.
Adapun narasumber yang hadir ialah Agnes Gering Belawing selaku Kepala Bidang Pengembangan Ekonomi Kreatif Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Dispora) Kota Samarinda. Disusul dengan Clara Claudya Umboh, Putri Pariwisata Kalimantan Timur yang turut membagikan perspektifnya dari kacamata Gen Z.
Bagi Agnes, Tari Enggang mengalami perkembangan yang cukup signifikan di masyarakat. Hal ini terlihat dari banyaknya aspek kreasi dan kolaborasi dalam pelestarian kebudayaan tak benda ini. Kondisi multi etnis yang ada di Kalimantan pun turut jadi salah satu faktor masuknya budaya-budaya lain di suatu tarian kreasi.
Meski begitu, Agnes tetap berkeinginan teguh untuk menyalurkan intisari sebuah tarian sesuai dengan akar dari budaya yang sesungguhnya. Hal ini bertujuan agar generasi muda mengetahui dan memahami dasar dari sebuah tarian, sehingga setelah menguasai dasarnya, maka untuk mengkreasikan sebuah tarian pun tak jadi masalah.
Penghayatan dalam menari juga disorot oleh Agnes. Paparnya, memahami sebuah tarian secara mendalam dan menghayati roh dari sebuah gerakan dalam tari tradisional patut menjadi kunci saat menari.
“Mungkin PR bagi kita semua di sekolah-sekolah terutama buat adik-adik mulai dari Sekolah Dasar (SD) untuk memahami dasar atau roh dari gerakan tari tradisional itu. Tadi di awal sudah saya katakan bahwa tari itu lebih kepada kemurnian jiwa, kemudian mengungkapkan rasa syukur,” ujar Agnes.
Sejalan dengan Agnes, Clara pun mengamati perkembangan yang berarti dari tari Burung Enggang di Kalimantan Timur. Ia juga mengamati banyaknya sanggar-sanggar tari yang dipenuhi anak muda. Ini pun ia lihat sebagai rasa cinta anak muda terhadap sebuah budaya.
“Jadi mereka menari dengan hatinya mereka, dan mereka sadar bahwa ini budaya kita, dilestarikan oleh kita dan oleh siapa lagi kalau bukan kita sendiri sebagai generasi muda,” tutur Clara.
Imbuhnya kesadaran akan pentingnya memahami sebuah budaya dapat membuat seseorang melek, utamanya pada budaya Kalimantan Timur. Khususnya dalam aspek tarian yang tidak jauh hebat dengan budaya-budaya lain.
Kecintaan terhadap tarian Kalimantan Timur pun ia sampaikan dengan tarian Burung Enggang yang kerap dipersembahkan oleh penari muda dalam sebuah acara maupun sebagai tarian untuk menyambut para tamu.
Setelah para narasumber mengisi materi dan melakukan sesi tanya jawab, agenda Pestari dilanjutkan dengan latihan menari bersama yang diikuti oleh seluruh peserta. Agnes yang memimpin latihan tersebut membagikan tahapan dalam melakukan gerakan Tari Burung Enggang sub Suku Bahau.
Dela Salsabila, salah satu peserta asal SMP Aminah Syukur Samarinda mengaku senang mengikuti kegiatan ini. Tak cuma duduk mendengar, ia juga terlihat serius mencatat poin-poin yang diajarkan kedua narasumber.
“Bagus banget, bisa buat dipelajari. Tadi dicatat juga kok materi dari Ibu Agnes dan Kak Clara,” kisahnya antusias.
Diwawancara terpisah, Juan Gabriel Rana yang didapuk menjadi ketua panitia juga membagikan cerita di balik proses persiapan agenda Pestari kepada Sketsa. Meski acara tersebut berlangsung sesuai harapan, ia tak menampik bahwa waktu persiapan yang bersamaan dengan momen Ujian Akhir Semester (UAS) menjadi salah satu kendala.
“Kendalanya itu paling masalah komunikasi aja, ya, wajar. Karena banyak orang, banyak kepala jadi banyak yang berbenturan idenya, tapi kita musyawarah bareng-bareng. Apalagi kegiatan ini berjalannya bersamaan dengan momen UAS.”