Berita Kampus

Unmul Berjaya dalam Ajang Debat Nasional

Peris Ardianto dan Anwar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) serta Nur Jannah dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM).(Sumber foto: Peris Ardianto)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Prestasi seorang mahasiswa tidak hanya dari sisi akademik, tetapi juga bisa dilihat dari segala hal di luar dari pada itu. Selain menjadi kebanggaan untuk diri sendiri, capaian prestasi tentu dapat membawa nama baik universitas. Apalagi jika sampai ke kancah yang lebih tinggi. Ialah Peris Ardianto dan Anwar dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) serta Nur Jannah yang merupakan mahasiswi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) yang baru saja pulang dengan meraih gelar Juara Lomba Debat Nasional di Universitas Borneo Tarakan (UBT).

Rintik hujan mewarnai sore itu, pada Selasa (3/4) Sketsa menemui Peris Ardianto di kantin FEB. Pria yang akrab disapa Peris ini kemudian menceritakan bagaimana proses yang ia lalui bersama timnya hingga bisa menjuarai Lomba Debat Nasional itu.

Awalnya Peris mendapatkan informasi broadcast tentang lomba tersebut dari adik rekan satu timnya,  Anwar, yang kebetulan berkuliah di UBT. Lomba ini sendiri diadakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Ekonomi Pembangunan (Himajep) UBT. Bertajuk Micro Macro Competition, kegiatan ini berlangsung selama tiga hari. Terhitung sejak 15 hingga 17 Maret dengan rincian Seminar Nasional (15 Maret), Lomba Debat Nasional (15-16 Maret), dan Field Trip (17 Maret).

Dengan tema ‘Kontribusi Pemuda dalam Meningkatkan Perekonomian Nasional yang Berdaya Saing’, Peris dan tim mula-mula harus mengirimkan tulisan esai berdasarkan waktu yang telah ditentukan, serta dengan membayar biaya pendaftaran sebesar Rp90 ribu untuk satu tim.

“Pada tahap awal, kita ikut seleksi esainya. Setelah dinyatakan lolos, ada tahap konfirmasi selama satu minggu, apakah kita bisa langsung berangkat ke sana. Alhamdulillah Unmul masuk dan kita langsung berangkat,” cerita Peris.

Usai seleksi awal berdasarkan tulisan esai, terpilih sebanyak 16 tim. Selain dari Unmul, ada juga tim dari Universitas Lambung Mangkurat (Unlam) yang mewakili Kalimantan, Universitas Muhammadiyah Pare-Pare (Umpar), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Negeri Jakarta (UNJ), dan Univeritas Borneo Tarakan (UBT) selaku tuan rumah.

Sesampainya di Tarakan, dilaksanakan technical meeting dan pembagian mosi pada sore harinya. Peris dan tim memilih nama ‘Beastudi Etos Samarinda’ sebagai nama tim. Bukan tanpa alasan, sebab ketiganya merupakan penerima beasiswa Etos.

“Kami mendapat bagian kontra dengan mosi Perdagangan Lintas Batas yang ada di Kaltara pada babak penyisihan,” kata Peris.

Dalam babak penyisihan di hari pertama, hanya ada empat tim yang bertanding. Tim dari UNJ dan Umpar tidak dapat mengikuti akibat jam penerbangan pesawat yang ditunda. Saat itu, Peris bersama timnya bersaing dengan tim Manajemen dari UBT. Kemenangan berhasil dikantongi Tim Beastudi Etos Samarinda. Mereka lolos dan berhasil melaju ke babak selanjutnya hingga babak semifinal.

Berlanjut di babak semifinal, tim Peris kembali mengulang kesuksesan. Mereka berhasil mengalahkan tim tuan rumah, dari Fakultas Pertanian (Faperta) UBT hingga akhirnya dinyatakan lolos ke babak final. 

Di tahap penentuan ini, mereka berhadapan dengan tim dari Unlam. Memegang argumen pro terhadap mosi Peran Pemuda Kontributif dalam Meningkatkan Ekonomi yang Berdaya Saing, perjuangan mereka berujung manis, Juara Lomba Debat Nasional berhasil mereka raih, sedang juara dua dan tiga  masing-masing diraih oleh Unlam dan UNJ.

“Alhamdulillah kita menang atas mereka, hebatnya Unlam berhasil mengalahkan IPB dan UNJ. Bangga, bisa mengharumkan nama kampus,” ungkapnya dengan bahagia.

Menutup rangkaian kegiatan lomba, seluruh tim yang telah bertanding melakukan field trip pada hari terakhir di Hutan Mangrove. Tak lupa membeli aneka buah tangan untuk dibawa selepas kembali ke kampung halaman.

Terhalang Masalah Dana

Dikatakan Peris, perjalanan mereka dalam meraih juara bukan tanpa kendala. Bahkan mulanya mereka sempat berpikir untuk mengurungkan niat mengikuti lomba karena kekurangan dana. Terlebih dua kawannya,  Anwar Nur Jannah di tidak mendapatkan bantuan dana dari birokrat kampus.

Sedang Peris masih beruntung, ia masih menerima dukungan finansial dari program studinya, Ekonomi Pembangunan. “Alhamdulillah jurusan saya membantu saya dalam pendanaan ini. Tapi dari jurusan Anwar dan Jannah, sepeser pun tidak dapat dana sama sekali. Jadi kita ragu mau berangkat atau gimana, kami bertanya kok nggak ada support sama sekali dari fakultas?” paparnya.

Peris menyesalkan hal tersebut.  Ia juga mempertanyakan soal transparansi dana kemahasiswaan dari rektorat yang katanya ada, tetapi ketika mahasiswa ingin mengajukan justru tidak memberikan tanggapan. Ia menilai, kalangan birokrat fakultas menduga mahasiswa yang berangkat mengikuti lomba hanya untuk jalan-jalan saja, padahal menurutnya mereka berusaha untuk membawa harum nama kampus.

Berbagai upaya dilakukan termasuk mengajukan proposal ke fakultas, namun hasilnya tetap nihil. Bahkan mereka sempat meminjam uang ke orang lain, hingga Nur Jannah menggunakan dana pribadinya untuk berangkat. Dan menurutnya, ini dapat menghambat mahasiswa dalam berprestasi.

“Saking enggak ada dananya, kami sempat minjam-minjam ke orang lain. Bagaimana pun caranya biar kita bisa berangkat. Saling membantu ajalah, kan miris pergi berangkat bawa nama kampus pakai dana pribadi,” sesal Peris.

Menurut Peris, prestasi merupakan salah satu poin penting untuk meningkatkan akreditasi fakultas maupun universitas. Ia turut  berharap ke depannya pengajuan dana mahasiswa dapat dipermudah, karena banyak mahasiswa yang mempunyai potensi tetapi masih terkendala dana. (syl/wil/adl)



Kolom Komentar

Share this article