Berita Kampus

Prahara Fungsi Eksekutif BEM Faperta Unmul

Kabar mengenai kurangnya fungsi eksekutif BEM Faperta Unmul.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: BEM Faperta Unmul

SKETSA - Mendekati akhir kepengurusan, setiap lembaga mahasiswa di setiap fakultas mulai melaksanakan rapat evaluasi demi kinerja yang lebih baik. Seperti Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Pertanian (Faperta) Unmul, yang telah usai menggelar Rapat Evaluasi Caturwulan (Revatur) II Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Faperta pada Oktober lalu.

Selepas Revatur, tersiar kabar tentang program kerja (proker) BEM Faperta yang selama ini tidak efektif serta kurangnya advokasi bagi setiap permasalahan mahasiswa di fakultas tersebut. Untuk mengonfirmasi perihal isu ini, Sketsa sempat menghubungi Syamsia Satra selaku Gubernur BEM Faperta pada Selasa (19/10).

Kabar ketidakefektifan dari proker yang terlaksana, menurutnya subjektif dan tidak akan sama bagi semua mahasiswa. Kembali lagi kepada pandangan atau pendapat seseorang. Bagi Syamsia yang menjalankan proker, tentu saja efektif bagi mahasiswa Faperta. Agenda Revatur yang sudah berlangsung kemarin dikatakannya lebih menyoroti pergerakan media sosial BEM Faperta.

“Karena namanya online, semua berpatok pada media dan kurang maksimal penyebaran informasinya. Kalau masalah ketidakefektifan, mungkin kemarin tidak ada pembahasan terkait hal itu,” sebutnya.

Mengenai progres selama pandemi berjalan, Syamsia mengatakan bahwa keadaannya sama saja dengan kegiatan mereka selama luring. Meskipun begitu, ia mengaku tantangannya ada pada penyebaran informasi secara luas. Terutama, partisipasi mahasiswa cenderung menurun selama pandemi. Bahkan untuk agenda konsolidasi pun, minim peminatnya. Selain masalah tersebut, pihaknya harus memutar otak untuk mengadakan kegiatan yang dapat menarik massa untuk turut serta di dalamnya.

“Kalau sekarang ini, lebih ke bagaimana agendanya dapat menarik perhatian orang. Karena kalau cuma webinar yang metodenya itu-itu saja, pastinya tidak membuat orang tertarik. Membuat agenda luring semacam Sosmas (sosial masyarakat) pun ada tantangannya. (Saat ini) banyak mahasiswa yang tidak berada di Samarinda. Jadi yang turun ke lapangan pun cuma sedikit,” papar Syamsia.

Dirinya juga berkomentar atas tudingan yang menyebut jika proker mereka kurang mengadvokasi mahasiswa. Ia memaparkan salah satu contoh signifikan beserta persentase keberhasilan dari sebuah program, yakni kawal isu. Atas minimnya akses mahasiswa ke birokrat Faperta, BEM Faperta memberikan pengawalan isu bagi mereka yang memiliki masalah-masalah akademik dan administrasi. Seperti urusan transkrip, sampai mengurus keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT). Untuknya, hal ini telah terlaksana sesuai kebutuhan mahasiswa.

“Buktinya, output dari kita saat melaksanakan kawal isu itu ada sekitar 440-an mahasiswa Pertanian (yang) berhasil diturunkan UKT-nya, dari estimasi jumlah mahasiswa sebanyak 1700. Artinya, ada sekitar 30-35% mahasiswa yang berhasil kami berikan informasinya. Karena kalau tidak ada BEM-nya, informasi dari birokrat universitas itu akan sulit tersampaikan. Kami melakukan sosialisasi kemudian membuat grup. Dengan itu (kawal isu), saya merasa program kerja itu efektif dan dibutuhkan bagi mahasiswa Faperta,” ujarnya.

Pendapat lain datang dari Ketua Himpunan Mahasiswa Peternakan (Himaster) Faperta Unmul, M. Kurniawan Dwi Septyan. Ia menilai, koordinasi dan komunikasi antara BEM dengan himpunan mahasiswa Faperta dinilai kurang menciptakan hubungan timbal balik yang progresif.

“Jadi kalau kayak sekadar sapa menyapa, ya memang sewajarnya kita begitu sebagai manusia. Cuma untuk ranah interaksi yang positif kayak kurang. Sebisa mungkin kan tidak cuek dengan sekitar kita. Istilahnya ketika seseorang berorganisasi, ia (harus) menciptakan inisiatif,” ungkap Kurniawan, Minggu (24/10) lalu.

Terkait penyelenggaran kegiatan, ia mengatakan bahwa pihak BEM kurang melakukan fungsi eksekutifnya. Khususnya ketika harus menindaklanjuti suatu isu yang sedang dibawa. Misalnya seperti kondisi sekretariat di Faperta yang rusak, termasuk milik Himaster. Kurniawan mengaku, jika pihak birokrat bahkan sempat menegur agar tidak sering menggunakan ruang-ruang sekretariat yang terletak di lantai dua tersebut.

“Itu diadvokasi sama BEM, katanya sih mau diajukan ke universitas buat di rebuild atau dibangun kembali. Cuma, gak ada lagi follow up sampai sekarang ke himpunan. Entah lagi sibuk yang lain atau gimana. Saya menggarisbawahi tentang advokasi, karena itu ranah mereka di eksekutif,” tuturnya.

Ia pun membuka jika pengawalan isu oleh BEM Faperta ketinggalan beberapa langkah dari lembaga-lembaga mahasiswa lainnya di lingkungan Unmul. Kurniawan mengibaratkan mereka seperti menyeduh dan meminum kopi ketika sedang panas-panasnya, alias hanya mengikuti perkembangan keadaan ketika suasana tengah memuncak. Seharusnya, cakupan ruang lingkup BEM yang besar setidak-tidaknya membawa perubahan yang signifikan.

“Jadi gak hanya konsolidasi-konsolidasi nggak ada hasilnya gitu. Kan pemikiran-pemikiran kita juga gak ada gunanya kalau gak ada hasil ending-nya. Masalah advokasi memang ada, cuma poin hasil akhirnya nggak ada output-nya. Memang itu proses dalam konsolidasi, di mana perlu diskusi segala macam. Tetapi perlu diingat bahwasannya kita melakukan aksi karena ada kekhawatiran yang harus diselesaikan,” jelas Kurniawan.

Kabar ini juga sampai ke telinga Hendrayani, Ketua Umum Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Faperta Unmul. Ia memandang, memang benar bahwa apa yang dilakukan BEM Faperta dengan hasil di lapangan masih kurang sesuai dengan yang diinginkan mahasiswa. Salah satu keresahan yang masih menjadi permasalahan berkaitan dengan pengurusan beasiswa atau UKT. Di mana masih banyak dari mahasiswa yang tak tergabung dalam organisasi di Faperta, sehingga informasi terkait hal tersebut tidak tersalurkan secara merata. Ini juga termasuk dengan kurangnya hak-hak mahasiswa berprestasi untuk mengembangkan minat dan bakatnya.

“Teman-teman yang berprestasi dan mereka yang ingin melakukan pengembangan bakat, tak memiliki tempat untuk pengembangan diri. Mungkin ada, tapi tidak ada tindak lanjutnya. Hanya stuck dibuatkan grup,” katanya kepada Sketsa, Kamis (28/10).

Terkait tugas DPM dalam mengawal arah perjalanan BEM Faperta, mahasiswa yang akrab disapa Hendra ini mengatakan bahwa terdapat peningkatan antara Revatur I juga Revatur II. Sebelumnya di Revatur I, mereka membuka konsolidasi kepada awak himpunan untuk menyampaikan aspirasi. Kemudian pada Revatur II, terdapat perubahan di mana DPM akan memberikan semacam rapor per dinas atau biro yang ada di BEM. Nantinya, ada kriteria-kriteria yang telah mereka susun.

“Jadi, ada teguran yang memang membuat BEM itu semacam malu kalau tidak bekerja, malu karena tidak sesuai dengan program kerja yang belum terlaksana. Rapor ini akan diposting di Instagram DPM Faperta,” jelasnya.

Ia berharap agar kepengurusan BEM Faperta yang selanjutnya dapat membaca hasil sidang umum atau rekomendasi dari kawan-kawan himpunan serta pengurus sebelumnya. Hal itu guna melihat apa saja yang seharusnya dijalankan juga ditingkatkan. Kemudian, jangan membuat proker yang hanya sebatas terlaksana.

“Teman-teman (BEM) di sini ada bukan untuk menggugurkan kewajiban. Jadi ada target atau goals yang mau dicapai, khususnya untuk mahasiswa Faperta. Entah itu prestasi atau kegiatan-kegiatan yang memang mewadahi mahasiswa. Itulah yang nantinya dijadikan indikator keberhasilan. Kalau hanya terlaksana saja, teman-teman Hima juga bisa. Tugas-tugas eksekutifnya harus lebih ditingkatkan,” tutup Hendra. (vyl/ash/bay/len/fzn)



Kolom Komentar

Share this article