Berita Kampus

Bau Pungli dalam Kuliah Singkat

(Sumber foto: Isolapos.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Untuk memperoleh ilmu tidak hanya dari ruang kelas kampus saja. Belajar ke kampus lain pun bisa menjadi pilihan, apalagi jika kampus yang dituju adalah kampus ternama. Hal itu menjadi salah satu program yang telah dilakukan oleh Magister Manajemen (MM) S2 Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), Unmul. Melalui program kuliah singkat atau short course, mahasiswa akan menambah ilmunya di Universitas Gadjah Mada selama beberapa hari.

Meski telah dijalankan sejak 2013, ada yang berbeda dengan selenggaraan program kuliah singkat tahun ini. Beberapa isu miring muncul seiring dengan berjalannya program. Santer terendus adanya bau pungli dalam program kuliah singkat tersebut.

Sketsa bertemu dengan Rudi, nama samaran, mahasiswa yang sedang menempuh studi S2 FEB. Dia bersedia untuk membagi informasi terkait isu tersebut. Dia mengisahkan, mulanya pengelola program MM mengumumkan perihal program kuliah singkat itu kepada seluruh mahasiswa MM. Itu disampaikan pada 15 April 2016 dan dijadwalkan akan berangkat pada 1-5 Juni 2016.

Melalui sekretaris program MM kala itu, Irwansyah, menyampaikan bahwa program ini wajib untuk diikuti setiap mahasiswa. Jika tidak bisa tahun ini, maka harus menyusul tahun depan. Bahkan untuk menekankan wajibnya program short course itu, beberapa mahasiswa mendapat ancaman berupa nilai yang tidak akan dikeluarkan. Irwansyah mengatakan bahwa program short course ini berasal dari keinginan para mahasiswa dan berlangsung selama dua hari (plus tiga hari perjalanan dan rekreasi).

Mengetahui hal itu, Rudi segera mengonfirmasi kepada teman kelasnya yang lain. Di situ Rudi tahu bahwa tidak ada kesepakatan program kuliah singkat itu berasal dari keinginan mereka. Ini menjadi titik mula kecurigaan mahasiswa dengan program tersebut.

Kecurigaan Makin Menimbun

Kecurigaan itu makin menguat saat pengelola MM menyampaikan biaya yang harus disetor yakni sebesar Rp 3,9 juta, itu di luar biaya tiket pesawat. Beberapa mahasiswa protes karena biaya tersebut dirasa cukup berat. Sedangkan waktu penyetoran terhitung singkat 15 hari sejak diumumkan yaitu 30 April 2016.

“Kami usulkan saja bagaimana kalau pihak UGM yang kita datangkan. Tapi mereka (pihak pengelola) bilang sudah ada MoU dengan pihak UGM jadi harus datang ke lokasi,” ujar Rudi saat ditemui Sketsa Jum’at (16/12) lalu.

Bukan hanya soal biaya, prosedur pengumpulan biaya juga membuat mahasiswa semakin curiga. Seluruh mahasiswa diminta untuk mengirim ke rekening pribadi milik staf keuangan di Program MM.

Beberapa mahasiswa tidak terima karena biaya tersebut terlalu besar dan menganggap bahwa pembayaran melalui rekening pribadi menyalahi prinsip Badan Layanan Umum (BLU). Mereka juga tidak diberikan bukti tanda terima pembayaran. Disusul dengan tidak adanya perincian penggunaan dana dan tidak ada pertanggungjawaban.

Salah satu dosen sempat menunjukkan sikapnya yang tidak ingin menjelaskan terkait transparansi dana.

“Dosennya duduk di depan kelas sambil kakinya sebelah dinaikkan, tangan sebelah disanggah dengan kursi dan kepala mendongak ke atas. Jadi kita seperti majikan dan pembantu. Ia tidak mau mengungkapkan transparansi dana termasuk menjelaskan kenapa menggunakan rekening pribadi," ungkap Rudi.

Untuk mendapatkan kejelasan terkait penggunaan rekening pribadi, perwakilan mahasiswa pun mulai menemui pihak rektorat. Niat hati mendapat titik terang, namun malah intimidasi yang didapat. Mahasiswa yang melaporkan itu secara tidak langsung mendapat intimidasi saat pihak pengelola berkata sinis, “Nanti pembimbing (tesis) kalian siapa?”

Bulan November lalu, angkatan di bawah Rudi telah melakukan program sama. Tetapi, biaya yang dikenakan berbeda yakni Rp 2,9 juta, selisih satu juta dari yang dibayar Rudi dan kawan-kawan. Hal ini semakin menguatkan indikasi adanya penyelewengan.

Belum lagi dalam satu angkatan terdapat kurang lebih 100 mahasiswa dan kegiatan ini sudah berjalan 7 angkatan sejak tahun 2013 (dalam satu tahun MM memiliki 2 angkatan) dan selalu melalui rekening pribadi.

Keterbukaan Adalah Kunci

Jika mau di jumlah, kata Rudi, uang yang disetor ke rekening pribadi dan diduga tak jelas pertanggungjawabannya itu mencapai Rp 2 miliar. Guna mengusut tuntas kasus ini, beberapa mahasiswa mulai melapor kepada lembaga nonpemerintah Kelompok Kerja (Pokja) 30.

“Sistem keuangan BLU itu idealnya satu pintu. Nah, ini kenapa harus melalui rekening pribadi salah satu staff MM,” kata Muhammad Sulaiman, salah satu anggota Pokja 30.

Menurutnya, ketika ini menjadi sebuah kegiatan, maka uang yang digunakan harus dimasukkan ke dalam laporan pertanggungjawaban (LPJ). Unmul merupakan badan publik, yang artinya seluruh dari Unmul bisa diminta oleh siapapun untuk kepentingan transparansi. Selain itu, mengacu kepada Undang-Undang Komisi Informasi Publik (UU KIP) No. 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan publik, pihak Pokja 30 melayangkan surat untuk meminta laporan pertanggungjawaban ke pengelola MM. Namun, surat tersebut tidak diindahkan. Sehingga jatuh menjadi sengketa ke Komisi Informasi Publik.

“Hasil dari sidang (24/10) itu memutuskan gugatan ditolak karena tidak mencukupi waktunya. Saya memasukkan gugatan lebih cepat,” ujar Sulaiman.

Meskipun gugatan tersbut ditolak, namun ada dua hal yang terbukti berdasarkan sidang tersebut. Pertama, Unmul sengketanya berada di provinsi, sehingga bisa ditangani oleh Komisi Infomasi Publik Provinsi Kalimantan Timur. Kedua, Pascasarjana MM adalah Badan Publik yang diwajibkan membuat laporan keuangan secara berkala, baik diminta ataupun tidak diminta, laporan keuangan itu harus diumumkan, yang berarti adanya transparansi.

Sulaiman mengatakan, terkait dengan LPJ yang diinginkan itu merupakan informasi yang bersifat terbuka dan MM diwajibkan untuk membuka data.

“Alasannya simpel, ini iuran dari mahasiswa artinya dari masyarakat. Jadi, Unmul masuk badan layanan umum dan harus terbuka dalam informasi," tukasnya.

Untuk sekarang LSM Pokja akan terus meminta informasi LPJ berdasarkan keputusan sidang yang menyatakan bahwa informasi ini terbuka. Selain itu, Pokja juga telah melaporan ke Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli).

Satgas ini dibentuk untuk pemberantasan pungli yang menjadi aspek utama pada tahap pertama paket kebijakan hukum pemerintah. (adl/wal)



Kolom Komentar

Share this article