Berita Kampus

Awalnya Iseng, Usaha Masker Bahzar Dilirik hingga Luar Kalimantan

Usaha masker

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Istimewa

SKETSA – Pandangan utama seluruh dunia kini tertuju pada pandemi Covid-19 yang muncul akhir Desember lalu dan masih terus berlangsung hingga saat ini. Di Indonesia, pasien positif Covid-19 sudah menyentuh angka 10.000 pasien, dan diperkirakan akan terus meningkat. Sejak merebaknya wabah, organisasi kesehatan dunia (WHO) telah mengeluarkan berbagai imbauan menghadapi pandemi ini.

Imbauan tersebut di antaranya berisikan anjuran untuk selalu mencuci tangan dan mengenakan masker. Seiring berjalannya waktu, banyak pihak-pihak yang memandang pandemi Covid-19 sebagai wadah berbagi antar sesama.

Mulai dari banyaknya instansi atau universitas yang memproduksi hand sanitizer hingga masker secara mandiri. Meningkatnya permintaan masker, membuat sebagian orang memanfaatkan hal ini sebagai ladang usaha baru di tengah peliknya ekonomi karena wabah.

Mohammad Bahzar seorang dosen FKIP (Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan) Unmul yang kini ikut melayani pemesanan masker melalui usaha digital printing yang ia rintis Maret lalu. Merintis usaha digital printing saat pandemi melanda bukan hal yang diharapkan Bahzar sapaan akrabnya namun harus ia jalani. Maret merupakan saat di mana ekonomi sedang lesu karena corona. Namun Bahzar tak tinggal diam. Bermula dari hobinya memancing, ia memiliki beberapa peralatan dasar seperti kain scuba.

Bersama dengan sang anak, Bahzar kemudian iseng-iseng berhadiah mencoba membuat sendiri masker berbahan dasar kain scuba. Tak disangka-sangka, bermula dari keisengannya, permintaan pasar akan masker kain yang diproduksinya meledak besar tatkala ia mempromosikannya melalui jejaring sosial Facebook miliknya.

Bahzar yang saat itu diwawancara awak Sketsa (25/4) mengaku, permintaan masker yang ia produksi justru datang dari berbagai daerah luar Kalimantan.

“Permintaan datang dari berbagai daerah seperti Kutim, Kubar, Surabaya, hingga Aceh,” ujarnya.

Bahzar bersama 15 karyawannya mampu menghasilkan 6000 buah masker perharinya. Hal ini juga dipengaruhi oleh kecepatan pembuatan masker itu sendiri yang tidak membutuhkan jahitan melainkan hanya dengan cutting laser. Animo luar biasa yang datang dari masyarakat membuat Bahzar dan karyawannya terus melayani pemesanan hingga keluar daerah.

Namun, hal lain juga kini ia keluhkan tatkala pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Bahzar mengaku bahwa kendala lain yang ia dan karyawannya temui ialah pada pengiriman ke luar daerah.

“Kendati demikian, kami tetap mengusahakan untuk bisa memenuhi kebutuhan masyarakat lokal dulu, seperti pemerintah, LSM, atau kegiatan bakti sosial lainnya,” tambah Bahzar.

Ketika disinggung apakah masker yang ia produksi ini akan didistribusikan di kampus, Bazar mengaku siap jika di minta memproduksi masker bekerja sama dengan pihak kampus, namun belum terlaksana lantaran belum mendapat respons dari pihak yang lebih tinggi.

“Saya sudah berbicara kepada beberapa pihak terkait, namun belum direspons hingga sekarang. Jadi kita tunggu saja bagaimana kelanjutannya,” terang Bahzar.

Selain melayani kebutuhan pasar, Bahzar juga menambahkan bahwa cara ini dipilihnya sebagai metode untuk mendukung pemerintah agar senantiasa mengenakan masker kemanapun pergi.

Hingga kini, tak hanya masker, Bahzar dan karyawannya sedang mengusahakan pembuatan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga medis agar mampu digunakan saat menangani pasien Covid-19.

“Harapannya bisa segera didistribusikan juga nantinya jadi tenaga medis bisa pakai,” tutupnya. (fir/sut/ann)



Kolom Komentar

Share this article