Berita Kampus

Aturan Mahasiswa Tidak Wajib Skripsi Telah Diresmikan, Nurliah: Tak Ada yang Berbeda

Mahasiswa tidak lagi diwajibkan untuk membuat skripsi sebagai syarat kelulusan

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: RRI

SKETSA — Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan kebijakan baru terkait pendidikan. Salah satunya yaitu aturan tidak wajib skripsi bagi mahasiswa yang tertuang dalam Peraturan Mendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. 

Melansir dari laman resmi Kemendikbudristek RI, diketahui bahwa peraturan tidak wajib skripsi tersebut telah ditetapkan sejak tanggal 16 Agustus 2023 dan telah menjadi perundangan pada tanggal 18 Agustus 2023. Peluncuran peraturan ini disertai dengan informasi alternatif pengganti skripsi. Di antaranya ialah proyek kolaboratif, portofolio, magang/praktik lapangan, prototipe produk, hingga publikasi ilmiah. 

Menanggapi hal tersebut, Sketsa mencoba mewawancarai sejumlah sivitas akademika Unmul untuk melihat pandangan mereka terkait peraturan baru tersebut. 

Nurliah, Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unmul menilai tak ada yang berbeda dari peraturan tersebut. Baik mahasiswa yang mengerjakan skripsi, maupun prototipe sebagai pengganti skripsi. Keduanya sama-sama harus menuliskan laporan.

“Sama saja. Harus ada karya tulis yang dibuat karena kita harus menjelaskan metode yang digunakan dalam membuat karya ini, gitu,” tutur Nurliah ketika diwawancarai pada Rabu (13/9) lalu.

Kepada Sketsa, Nurliah mengungkap bahwa skripsi merupakan hal yang penting bagi mahasiswa. Ia membagikan pengalamannya yang pada akhirnya mampu menguasai sebuah bidang secara mendalam akibat dari pengerjaan skripsi semasa ia masih berkuliah. 

“Seperti critical discourse analysis, itu metode yang ibu pakai (saat menggarap skripsi), sampai ibu bisa ngajar critical discourse analysis, karena ibu belajar itu di masa kuliah, itu karena ibu buat skripsi,” imbuhnya.

Di sisi lain, Miswar, mahasiswa Prodi Ilmu Pemerintahan, FISIP 2020, memandang bahwa peraturan tersebut cukup menarik untuk diterapkan, karena mampu memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk lulus dengan mudah akibat tidak perlu membuat skripsi. Meski begitu, dirinya tetap mendukung adanya pembuatan skripsi bagi mahasiswa.

“Akan tetapi, alangkah bagusnya jika skripsi tetap diadakan saja tanpa perlu dihapus dan dibuatkan jurnal atau artikelnya, sehingga akan lebih memberikan kebermanfaatan,” komentar Miswar kepada Sketsa, Jumat (22/9) lalu.

Menurutnya, pembuatan skripsi akan melatih para calon sarjana untuk mengamati sebuah fenomena dan menemukan solusi terhadap masalah yang terjadi secara ilmiah, serta mampu mengasah kemampuan membaca dan pola pikir.

Mencoba untuk melihat sudut pandang lain, Sketsa mewawancarai Aisha Cindy Nurmaladena, mahasiswi Prodi Teknik Pertambangan, FT 2021. Kepada Sketsa, Ia beranggapan bahwa peraturan tersebut sangat bagus untuk diterapkan. Meskipun demikian, ia menilai jika penerapannya tetap memiliki kekurangan.

Dengan adanya alternatif lain dari skripsi, mahasiswa mempunyai kesempatan untuk menyalurkan kreativitasnya. Namun, alternatif lain seperti proyek akan memakan biaya yang tidak sedikit dan membutuhkan material yang sulit untuk didapatkan sehingga tidak efisien. Ditambah lagi, mahasiswa harus membuat laporan berdasarkan penelitian sebelum diolah menjadi sebuah proyek, yang mana tidak berbeda dengan pengerjaan skripsi.

“Peraturan ini tidak bisa dibilang menyusahkan mahasiswa, tapi tidak pula memudahkan mahasiswa,” ucap Aisha ketika diwawancarai Sketsa pada Selasa (12/9) lalu.

Menurut Aisha, hal tersebut bergantung pada dukungan dari perguruan tinggi, baik dari dosen pembimbing maupun fasilitas yang tersedia untuk melakukan penelitian apapun.

Terakhir, Aisha menganggap bahwa skripsi tidak perlu dihapuskan. Namun, jika memang harus diganti dengan alternatif lain, Aisha berharap agar pihak kampus dapat mewadahi mahasiswa dalam melakukan sebuah penelitian. Harapnya, dosen pembimbing penelitian dapat membantu mahasiswa dan tidak lepas tangan.

“Kita sebagai mahasiswa juga butuh orang (yang membimbing) untuk melakukan sebuah proyek ataupun skripsi,” tutupnya. (ems/ord/ali/dre)



Kolom Komentar

Share this article