Teknologi

Mengenal Lebih Dekat NFT: Animo hingga Dampak Lingkungan

Mengenal fenomena Non-Fungibel Token (NFT) yang menjadi perbincangan di tengah masyarakat.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Flickr.com

SKETSA - Baru-baru ini dunia digital ramai, lantaran viralnya pemuda bernama Ghozali. Lewat Ghozali Everyday nya itu, ia berhasil menjual foto selfie seharga miliaran rupiah, 13 Januari lalu lewat Non-Fungible Token (NFT). Namun, apa sebenarnya NFT yang masih asing di telinga sebagian orang ini? Yuk, simak ulasan Sketsa berikut ini, ya!

Dilansir dari kamus Merriam-Webster, Non-Fungible Token (NFT) merupakan pengidentifikasi digital unik yang tidak dapat disalin, diganti, atau dibagi kembali, serta tercatat dalam blockchain. NFT ini digunakan untuk mengesahkan keaslian dan kepemilikan aset digital tertentu. 

NFT merupakan bagian dari dunia crypto yang terdiri dari cryptocurrency seperti Bitcoin dan Ethereum. Namun, NFT berbeda dengan cryptocurrency. Kata kunci dari perbedaan kedua hal ini terletak pada istilah “fungible”. Istilah tersebut bermakna sesuatu yang bisa digantikan atau dapat dipertukarkan. Masing-masing NFT tidak dapat diperdagangkan atau ditukarkan dengan nilai yang sama. Berbeda dengan cryptocurrency yang dapat ditukar dengan nilai yang sama.

NFT bisa merupakan segala sesuatu yang berbentuk digital. Seperti yang paling umum yaitu berbentuk gambar atau lukisan, musik, screenshot cuitan Twitter, sampai foto diri sendiri dapat ditukar dengan nilai fantastis layaknya yang terjadi pada Ghozali Everyday.

Lantas, bagaimana cara kerja NFT?

Untuk memahami bagaimana NFT bekerja, pertama-tama kita memerlukan pemahaman dasar tentang blockchain. Dikutip dari Investopedia, blockchain adalah basis data yang didistribusikan pada rangkaian jaringan komputer. Sebagai sebuah basis data, blockchain menyimpan informasi secara elektronik dalam format digital. 

Blockchain punya peran penting dalam dunia crypto, karena menjamin informasi digital yangtidak bisa diubah, sehingga menjamin keamanan dan keaslian sebuah cryptocurrency yang digunakan untuk perdagangan NFT. Selain itu, blockchain juga mengembangkan kepercayaan tanpa memerlukan pihak ketiga karena blockchain berbasis pada jaringan komputer yang melakukan verifikasi.

Bukankah hal seperti ini bisa teratasi dengan fitur screenshot? Pertanyaan ini kerap kali muncul dalam perdebatan tentang NFT. NFT pada umumnya didagangkan menggunakan blockchain Ethereum. Dengan penggunaan blockchain, sebuah NFT dapat diverifikasi keasliannya sehingga dapat ditransfer antarpemilik. Pemilik NFT juga dapat menyimpan sebuah informasi di dalam sebuah NFT. Dengan melakukan screenshot semua data blockchain NFT tersebut tidak akan masuk ke dalam hasil screenshot tersebut sehingga tidak dapat terverifikasi keasliannya dan tidak memenuhi syarat sebagai sebuah NFT yaitu sesuatu yang tidak bisa digandakan.

Kegunaan NFT

Pertama, NFT menjadi wahana ideal dalam perwakilan aset fisik dunia nyata dalam bentuk digital. Sehingga memungkinkan aset tersebut untuk didagangkan lebih efisien dan mengurangi kemungkinan penipuan. 

Kedua, NFT dapat digunakan sebagai perwakilan identitas individu, hak properti, dan masih banyak lagi. Ketiga, dalam dunia seni, NFT memungkinkan seorang seniman untuk menghapus peran perantara sehingga mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh seorang seniman dalam menyalurkan karyanya kepada konsumen. NFT juga membuat seniman lebih mudah memegang hak cipta karyanya. 

Mirip seperti fenomena batu akik beberapa tahun lalu. Salah satu faktor yang mendorong harga fantastis NFT, didorong oleh berbagai macam pemberitaan sensasional yang akhirnya meningkatkan animo masyarakat. 

Selain itu, sifat NFT yang berbasis blockchain, menjamin tingkat keamanan NFT. Ditambah pula dengan upaya untuk “menambang” cryptocurrency, yang membutuhkan waktu dan biaya tak sedikit. Semua hal ini berkontribusi dalam mendorong harga NFT untuk semakin meroket. Semua hal tersebut membuat NFT dapat menghapus perantara, menyederhanakan transaksi, dan membuka pasar baru.

Sisi Lain NFT

Meski berbagai informasi yang ada berhasil membuat masyarakat tergiur NFT, nyatanya NFT juga memiliki sisi gelap yang harus kamu pertimbangkan.

Pertama, NFT yang didagangkan menggunakan cryptocurrency perlu “ditambang” secara digital menggunakan komputer kelas atas yang memakan listrik cukup banyak. Dikutip dari kanal YouTube Johnny Harris (mantan jurnalis Vox), April 2021, Ethereum sendiri menggunakan 33 terawatt listrik per jam atau setara dengan pemakaian negara Serbia yang memiliki populasi sekitar 6,8 juta jiwa. 

Perlu diingat, bahwa sumber listrik untuk memenuhi permintaan ini pada umumnya berasal dari sumber daya yang tidak terbarukan dan akan memberikan kontribusi substansial kepada pemanasan global. Dengan semakin tenarnya nama NFT, siklus ini akan berputar semakin cepat dan memperparah kondisi iklim dunia.

Ada juga pandangan yang menganggap NFT hanyalah sebagai tren semata, yang didorong oleh pemberitaan yang sensasional dan akan mati seiring menurunnya animo masyarakat. Pada akhirnya pasar NFT akan kembali kepada kelompok niche yang mengadopsinya dari awal. Pendapat seperti ini timbul karena skeptisisme masyarakat dengan melihat peristiwa sebagaimana fenomena sebelumnya.

Argumen lain menilai NFT menguntungkan seniman, yang seninya digunakan sebagai sarana transaksi. Namun, pada kenyataannya moda NFT yang sering digunakan dalam bidang seni adalah hasil autogenerated yaitu dihasilkan oleh komputer dengan  campur tangan manusia yang minim seperti NFT Lazy Lions dan Bored Ape.

Bagaimana? Tertarik mendalami NFT? (mar/nkh)



Kolom Komentar

Share this article