Teknologi

Luncurkan Fitur Companion Mode, Kini WhatsApp Bisa Diakses Hingga 4 Ponsel Sekaligus

WhatsApp meluncurkan fitur Companion Mode yang memungkinkan penggunaan hingga 4 ponsel

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Jagat Gadget

SKETSA — Baru-baru ini, WhatsApp meluncurkan fitur Companion Mode yang memungkinkan penggunanya untuk menambatkan satu nomor atau satu akun WhatsApp ke empat ponsel sekaligus, yakni satu ponsel utama dan maksimal tiga ponsel pendamping. 

Fitur multi-ponsel ini sudah tersedia dalam WhatsApp versi non-beta 2.23.7.78 dan akan tersedia untuk semua akun WhatsApp dalam beberapa minggu ke depan.

Fitur ini merupakan kemajuan dari fitur sebelumnya yang hanya mengizinkan satu akun WhatsApp tertaut pada satu ponsel dan tiga perangkat pendamping non-ponsel seperti WhatsApp desktop, tablet, atau web.

“Mulai hari ini, Anda dapat masuk ke akun WhatsApp yang sama hingga empat ponsel,” tulis Mark Zuckerberg, pemilik WhatsApp di laman Facebook miliknya pada Selasa (25/4) lalu. Laman resmi WhatsApp turut mengonfirmasi hal serupa pada Rabu (26/4). Klaimnya, fitur ini sangat dinantikan oleh para pengguna. 

Cara untuk mengaktifkan fitur ini terbilang sederhana. Pengguna WhatsApp dapat mengikuti langkah-langkah di bawah ini:

  1. Pada perangkat ponsel utama, buka aplikasi WhatsApp (pastikan sudah dalam versi terbaru)

  2. Klik ikon titik tiga di bagian kanan, lalu pilih "Perangkat tertaut"

  3. Buka kunci pada perangkat

  4. Klik “Tautkan perangkat”

  5. Arahkan kamera ke QR Code yang muncul dari ponsel pendamping 

  6. Ponsel pendamping secara otomatis tersambung ke akun WhatsApp perangkat utama.

Dengan hadirnya fitur ini, pengguna dapat mengakses ponsel pendamping dan langsung melanjutkan pesan terakhir dari ponsel utama tanpa perlu melakukan log in ulang. Pengguna pun tak perlu khawatir sebab riwayat pesan sebelumnya masih tetap tersimpan. Tentunya, hal ini akan mempermudah jika ponsel utama sedang dalam kondisi mati atau mengalami gangguan lain. 

Menanggapi hal tersebut, awak Sketsa mencoba mewawancarai sejumlah mahasiswa Unmul untuk meminta tanggapannya.  Respons positif datang dari Miswar, mahasiswa Ilmu Pemerintahan 2020. Dirinya mengaku setuju dan menyambut dengan baik fitur baru tersebut ketika diwawancarai oleh Sketsa pada Rabu (3/5) lalu.

Ia menilai bahwa fitur baru tersebut mempermudah dirinya dan mampu menjadi back up apabila salah satu ponsel miliknya sedang rusak tanpa perlu mengkhawatirkan hilangnya riwayat pesan dan berbagai dokumen penting yang tersimpan di WhatsApp. 

Miswar turut menanggapi terkait pernyataan bahwa masalah privasi akan semakin rentan akibat fitur baru tersebut. Menurutnya, hal tersebut bergantung pada kebijakan masing-masing pengguna dalam memanfaatkan fitur tersebut. 

“Setahu saya, WhatsApp sejauh ini aman-aman saja selama saya gunakan. Kecuali jika di-hack oleh orang yang tidak bertanggung jawab tanpa sepengetahuan kita,” tutur Miswar. 

Di sisi lain, Nur Sukma Almira Yasmin kurang setuju mengenai fitur baru tersebut. Ia menilai bahwa dampak negatif dari kebijakan multi device ini lebih banyak dibanding dengan dampak positifnya. 

“Oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab itu akan semakin mudah untuk melakukan hal-hal yang akan menimbulkan masalah nantinya,” ucap Yasmin ketika diwawancarai oleh Sketsa pada Rabu (3/5) lalu. 

Imbuhnya, jika tujuan dari kebijakan baru tersebut adalah kemudahan dalam mengirim pesan, tanpa fitur baru pun, masyarakat telah merasakan kemudahan tersebut. 

Selain itu, mahasiswi prodi Sastra Inggris 2020 ini turut mempertanyakan soal efektivitas jaminan keamanan yang disediakan dari fitur baru berupa sidik jari. Ia menyatakan bahwa hal tersebut kurang efektif akibat banyaknya penelitian mengenai sidik jari yang dapat dengan mudah diretas.  Ia merasa bahwa hal tersebut belum mampu meminimalisir dampak negatif apabila fitur multi device diaplikasikan pada pengguna WhatsApp.

“Kalau untuk kebijakan sekelas multi device pakai fingerprint sebagai dalih untuk meminimalisir dampak negatifnya, saya rasa kurang efektif, ya. Terlalu sibuk membuat kebijakan baru sampai lupa bahwa hal-hal yang sudah ada itu juga perlu solusi yang lebih solutif lagi,” kuncinya. (sya/zrt/ord/ali/dre)


Kolom Komentar

Share this article