Teknologi

Facebook, Blokir atau Tidak?

Kisruh kebocoran data Facebook oleh Cambridge Analytica (foto: pusulaswiss.ch)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA – Siapa yang tak kenal dengan Facebook, setelah pertama kali diluncurkan pada 4 Februari 2004 di Amerika Serikat, Facebook sukses jadi salah satu layanan jejaring sosial terbesar di dunia. Tak terkecuali di Indonesia, bahkan menurut data We Are Social dan Hootsuite, jumlah pengguna Facebook di tanah air pada 2017 mencapai 111 juta dan berada di posisi keempat dibawah Amerika Serikat (219 juta), India (213 juta) dan Brasil (123 juta) di posisi ketiga.

Media sosial besutan Mark Elliot Zuckerberg ini akhirnya membuka kantor perwakilan Facebook di Indonesia, tepatnya pada 14 Agustus 2017, tiga hari jelang peringatan Proklamasi Indonesia. Hampir sama dengan media sosial lainnya Facebook memiliki beberapa fitur di antaranya bisa berbagi atau mengunggah foto, video, tulisan di linimasa, terhubung dan menambahkan teman, dan terus berkembang hingga untuk bisnis sekalipun.

Untuk memiliki akun facebook, pengguna harus mendaftar terlebih dahulu melalui laman facebook.com, dan mengisi beberapa informasi yang diminta. Seperti nama lengkap, email, password, nomor handphone, tanggal lahir, jenis kelamin serta melalui verifikasi email. Setelah itu pengguna bisa menggunakan Facebook.

Kebocoran Data Pengguna Facebook

Banyaknya informasi pribadi yang dibagikan saat menggunakan Facebook dan media sosial lainnya membuat data tersebut rentan disalahgunakan atau bahkan tersebar luas. Baru-baru ini Facebook diterpa kasus kebocoran data penggunanya. Ada sekitar 87 juta data pengguna Facebook yang bocor, di mana 70 juta di antaranya merupakan netizen Amerika Serikat (AS).

Indonesia juga terkena imbas dari kebocoran data ini, jadi salah satu pengguna terbesar Facebook di dunia, sekitar 1 juta data pengguna Indonesia juga tersebar. Dilansir dari laman inet.detik.com Skandal terkuak sejak data 87 juta pengguna Facebook yang sebagian besar berada di Amerika Serikat, termasuk di Indonesia, telah bocor dan disalahgunakan oleh konsultan politik Donald Trump ketika pemilihan Presiden 2016, Cambridge Analytica.

Lantas bagaimana data pengguna Facebook bisa tersebar? Rupanya Kebocoran berawal dari aplikasi kuis berjudul "This is Your Digital Life" yang dirancang peneliti Inggris, Aleksander Kogan. Namun, karena lemahnya perlindungan data Facebook, kuis yang awalnya dikembangkan untuk penelitian itu tidak hanya mengambil data pengguna, tetapi juga data milik teman-temannya. Data inilah yang kemudian disalahgunakan oleh Cambridge Analytica untuk keperluan bisnis.

Karena kasus ini CEO Facebook, Mark Zuckerberg dipanggil menghadap Parlemen AS dan dicecar berbagai pertanyaan oleh para senator. Dan sejak skandal ini terkuak, berbagai kritik datang menghujani Zuckerberg. Krisis kepercayaan pun berkembang di antara pengguna, pengiklan, karyawan, dan investor terhadapnya dan Facebook.

“Itu adalah kesalahan saya, dan saya minta maaf. Saya yang memulai Facebook, saya menjalankannya, dan saya bertanggung jawab atas yang terjadi saat ini,” kata Zuckerberg di hadapan 40 anggota senator yang hadir dalam rapat parlemen tersebut, dikutip dari laman inet.detik.com pada Sabtu (14/4).

Meskipun begitu menurut Zuckerberg, data yang diambil bukanlah data yang bersifat pribadi, melainkan data yang diatur untuk umum oleh pengguna Facebook. Seperti hari ulang tahun, halaman yang disukai, jaringan pertemanan, dan informasi yang yang diatur untuk dilihat publik, hal ini memungkinkan Cambridge Analytica meraup banyak data jika pengguna menggunakan pengaturan publik di akunnya.

Sebelumnya, sejak Senin (9/4) Facebook telah mengirimkan peringatan kepada lebih dari 87 juta penggunanya yang terkena dampak kebocoran Cambridge Analytica. Akan muncul link bertuliskan “go to apps and websites” pada akun yang tidak dicuri datanya.

Namun, akun yang datanya telah dicuri, akan muncul tombol, “see how you're affected”, pengguna diharapkan menekan link tersebut untuk mendapatkan info selanjutnya. Fitur ini dapat menunjukkan aplikasi apa saja yang selama ini dipakai oleh pengguna dan informasi apa saja yang diakses oleh aplikasi-aplikasi tersebut.

Ancaman Blokir dari Menkominfo

Menanggapi kasus kebocoran data pengguna Facebook, pemerintah Indonesia pun tidak tinggal diam. Melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), pemerintah melayangkan Surat Peringatan pertama (SP I) tertulis kepada Facebook pada 5 April 2018 lalu. Isinya agar Facebook memberikan data pengguna yang bocor dan meminta audit aplikasi yang dikambangkan oleh mitra Facebook bahkan menutup aplikasi personality test yang berhubungan dengan kasus Cambridge Analytica.

Pemerintah akhirnya dapatkan dua surat jawaban dari Facebook, namun jawaban yang diberikan pihak Facebook kurang memadai dan data yang diminta tidak disertakan. Hal ini yang membuat Facebook kembali dapatkan SP II, hingga kini Kemenkominfo masih menunggu kabar dari Facebook.

Jika masih sama, maka Facebook terancam akan diblokir seperti pendahulunya yaitu Telegram, Vimeo, dan Tumblr. Ketentuan mengenai kemanan data pribadi sendiri sudah diatur, ketentuan itu tertuang dalam pasal 28 (c) Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang perlindungan data pribadi dalam sistem elektronik.

Dikutip dari laman tribunnews.com Rudiantara selaku Mentri Kominfo mengatakan tak segan memblokir Facebook jika memang diperlukan. Tentunya mekanisme ini harus melalui prosedur dan aturan yang berlaku di Indonesia. “Jika pemerintah harus blokir, akan diblokir,” ujarnya.

Selain itu, pihak kepolisian akan segera melakukan penyelidikan terhadap kasus ini dan masih melakukan koordinasi dengan Kemenkominfo, hingga akan memanggil perwakilan Facebook untuk dimintai keterangannya. Kasus ini juga tak lepas dari perhatian anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia.

Dikutip dari kompas.co Ketua Komisi Pertahanan DPR RI Abdul Kharis Almasyari mengatakan pimpinan Facebook Asia Tengggara akan menjelaskan soal kebocoran 1 juta data pengguna Facebook di Indonesia ke DPR. “Sebelumnya, kami ingin pastikan dulu bocornya,” kata Kharis di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 11 April 2018.

Kita tunggu saja bagaiman kelanjutan dari kasus ini dan apa langkah yang akan diambil pemerintah, masih pakai Facebook? Lantas, apakah kamu setuju Facebook diblokir atau tidak? (wil/fqh)



Kolom Komentar

Share this article