Resensi

Nightcrawler: Refleksi dari Sisi Gelap Jurnalisme Masa Kini

Cerminan jurnalisme masa kini dalam film Nightcrawler

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: The New York Times

SKETSA — Suara riuh sirine polisi yang saling bersahutan membawa Lou Bloom menuju pekerjaan baru yang mungkin tak pernah terpikirkan sebelumnya. Sesampainya di TKP, pemandangan yang menarik perhatiannya bukanlah situasi kacau ketika mobil yang menabrak pembatas jalan itu terbakar, melainkan dua orang yang tiba-tiba muncul entah dari mana berlari sembari menjinjing kamera. Keduanya dengan sigap merekam seluruh kejadian yang ada di sana. Rupanya, mereka adalah wartawan lepas.

Isu jurnalisme yang disuguhkan dalam Nightcrawler membuat saya menjadi tergugah untuk mengulas film yang dirilis pada tahun 2014 ini. Meskipun nyaris berusia satu dekade, saya pikir tak ada salahnya untuk membahas film garapan Dan Gilroy ini. Utamanya bagi kita sebagai pers mahasiswa yang sangat dekat dengan jurnalisme. Lantas, apakah Nightcrawler hanya sekadar film fiksi belaka, atau sebuah refleksi dari iklim jurnalisme masa kini? Lalu, seperti apa pekerjaan yang akan Lou lakoni?

Nightcrawler mengisahkan Lou Bloom (diperankan oleh Jake Gyllenhaal), seorang pengangguran yang tengah mengadu nasibnya di Los Angeles. Setelah frustrasi mengumpulkan uang dengan cara mencuri barang rongsokan, dirinya tanpa sengaja menemui profesi baru yang cukup menjanjikan, yakni wartawan lepas.

Apa yang berbeda dari pekerjaan Lou dibandingkan kuli tinta pada umumnya? Bukan sembarang wartawan, kejadian yang Lou liput pun tak main-main. Dirinya harus merekam kejadian kriminal seperti pembajakan mobil, penembakan, hingga kecelakaan dari jarak dekat. Semakin “berdarah” video yang dihasilkan, maka semakin bagus kualitasnya. Adanya jeritan perempuan dan anak-anak pun menjadi nilai tambah.

Video rekaman yang ia hasilkan itu kemudian dijual ke stasiun televisi lokal untuk disiarkan di acara berita esok paginya. Harganya pun cukup fantastis. Satu video yang berhasil Lou rekam bisa berharga ratusan dolar, tergantung dari seberapa dramatis video yang dihasilkan.

Berbekal dengan uang hasil mencuri sepeda, dirinya memulai pekerjaan tersebut dengan membeli alat untuk memindai radio polisi dan sebuah kamera. Semakin hari, semakin lihai dirinya menjadi seorang jurnalis kriminal. Ia pun kemudian merekrut Rick (diperankan Riz Ahmed) serta membeli mobil baru dan kamera dengan kualitas yang lebih tinggi.

Sisi Gelap dari Jurnalis Masa Kini

Tak bisa dimungkiri, dewasa ini siapa saja bisa menjadi wartawan layaknya Lou. Berkat canggihnya teknologi masa kini, hanya dengan mengandalkan ponsel pintar, masyarakat bisa merekam seluruh kejadian yang terjadi dan mengunggahnya melalui media sosial. Namun, tentu tak semua memiliki ilmu mendasar mengenai jurnalistik. Alhasil, pekerjaan yang mereka lakoni pun bertentangan dengan kaidah jurnalistik dan bahkan juga ilegal di mata hukum.

Lou Bloom mungkin dapat menjadi representasi dari fenomena tersebut. Demi menghasilkan rekaman yang dramatis, Lou rela melakukan apa saja hingga melanggar kode etik jurnalistik. Dirinya bahkan nekat untuk melewati garis polisi, menyebarkan privasi korban, memanipulasi TKP, hingga memindahkan jasad korban kecelakaan agar rekaman miliknya terlihat semakin dramatis.

Semua dilakukan demi uang. Di balik rekaman berdarah yang Lou hasilkan, ada sosok Nina (diperankan oleh Rene Russo) yang memantik semangat Lou untuk terus mendapatkan rekaman kriminal yang bagus. Tak peduli seperti apa jalan yang ditempuh, yang penting hasilnya sesuai dengan keinginan Nina.

Nina yang sudah berkecimpung menjadi penyiar berita lokal dan tentunya paham betul soal jurnalistik dibandingkan dengan Lou pun tak ada bedanya. Demi menaikkan rating stasiun televisi tempat ia bekerja, Nina bersikeras untuk menayangkan rekaman yang tidak etis untuk dilihat, meskipun sempat mendapat tentangan dari rekan kerjanya. Padahal, rekaman yang memuat sadisme tentunya tak pantas untuk disiarkan, terlebih lagi jika tidak diberi sensor.

Pada akhirnya, produk jurnalistik yang dihasilkan bukan murni untuk memberitakan suatu peristiwa, melainkan untuk mencari sensasi demi meningkatkan rating.

Kunci Kesuksesan Ala Lou Bloom

You see, Rick, they’ve done studies, and they found that in any system that relies on cooperation, from a school of fish or say even a professional hockey team for example, these experts have identified communication as the number one single key to success,” tegas Lou dengan sorot mata tajamnya kepada Rick ketika mereka terlambat sampai ke TKP.

Komunikasi yang baik menjadi salah satu kemampuan yang dibutuhkan manusia untuk dapat bekerja dengan baik. Itulah salah satu kelebihan yang Lou miliki. Berkat kemampuannya itu, ia bisa mempersuasi dan bahkan memanipulasi orang-orang di sekitarnya demi keuntungan pribadi.

Lou ingin semua yang ia hasilkan dapat sempurna. Oleh karena itu, ia sangat detail dan menghargai waktu. Terlewat sedetik saja, ia bisa terlambat untuk merekam kejadian di TKP atau bahkan didahului oleh kompetitornya.

Ambisi dan sikap optimis yang ia miliki menjadi alasan di balik kesuksesan yang ia raih dengan waktu yang relatif cepat. Selain itu, Lou pun turut berpikir ke depan dan memiliki rencana yang pasti. Sikap percaya diri dan idealis juga jadi pondasi yang kuat bagi Lou untuk mencapai target yang ingin dituju. Berkat rasa percaya diri dan kemampuan komunikasi yang baik, kebohongan yang ia ungkapkan pun bisa diyakini oleh lawan bicaranya.

Saya menilai jika ini adalah salah satu penampilan terbaik Jake Gyllenhaal dalam karir beraktingnya. Sorot mata tajamnya seolah membuat penonton ikut terintimidasi atau bahkan dapat mempersuasi kita untuk percaya pada setiap kata yang keluar dari mulutnya.

Poin tambah lainnya adalah, setiap rekaman yang ia hasilkan pun tak sembarangan atau asal rekam saja. Meskipun cara yang dituju boleh dibilang ilegal, namun rekaman milik Lou selalu memuat nilai berita sehingga tidak terlihat seperti video amatir.

Saya tak ingin banyak berkomentar soal teknis dari Nightcrawler. Rasanya tak banyak kekurangan yang ada dari film ini. Sesuai namanya, sebagian besar latar waktu dari Nightcrawler diambil ketika malam hari sehingga nada warna gelap mendominasi keseluruhan film. Soal akting pun tak perlu diragukan, terlebih akting dari sang pemeran utama.

Kembali ke pertanyaan di awal, apakah Nightcrawler hanyalah film fiksi belaka, atau sebuah refleksi iklim jurnalisme masa kini? Hingga kini, jurnalisme kuning marak terjadi di era media digital. Kerap kali muncul berita-berita kriminal atau seksual dengan judul sensasional dan isi yang dilebih-lebihkan. Tujuannya jelas agar berita tersebut meraih banyak perhatian atau menaikkan penjualan. 

Lantas, apakah karakter Lou Bloom dan wartawan lepas lainnya hingga karakter Nina di Nightcrawler adalah refleksi dari wartawan di masa kini yang kerap mengejar sensasi demi keuntungan pribadi? Atau malah jadi refleksi dari maraknya jurnalisme kuning di era digital? Silakan berikan pendapatmu sendiri. (dre/ems)



Kolom Komentar

Share this article