Opini

Mengingat Kembali Pentingnya Fungsi Hutan pada Peringatan Hari Hutan Sedunia

Carbon Trading sebagai solusi pelestarian hutan di tengah krisis keberadaan hutan.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: unsplash.com

Hari Hutan Sedunia merupakan hari yang diperingati setiap tanggal 21 Maret setiap tahunnya. Pertama kali diperingati pada 2013 sebagai hasil dari resolusi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBBpada tanggal 28 November 2012. Peringatan ini dirayakan setiap tahunnya sebagai upaya untuk saling berbagi mengenai visi dan misi kehutanan dan kaitannya dengan perubahan iklim di seluruh dunia serta strategi yang harus dilakukan.

Belakangan keberadaan hutan kita baik di Indonesia maupun di dunia sangat mengkhawatirkan. Ada banyak peristiwa-peristiwa yang menyebabkan luas hutan kita semakin berkurang, mulai dari peristiwa alam yang menyebabkan kebakaran hutan besar di benua Australia pada Juni 2019 hingga Mei 2020 yang menghanguskan 16,8 juta hektar wilayah hutan di negeri kanguru.

Di Indonesia sendiri kebakaran hutan bagaikan acara tahunan. Selain itu, hutan di Indonesia juga banyak berkurang akibat konversi lahan hutan menjadi lahan perkebunan seperti sawit dan juga beralih menjadi lahan pertambangan. 

Padahal hutan memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan tidak hanya dari sisi ekologis untuk keberlanjutan,tetapi juga dari sisi ekonomi yang menguntungkan bagi manusia.

Dari sisi ekologis hutan memiliki peranan penting untuk menjaga keseimbangan alam, tidak hanya sebagai tempat tinggal satwa liar dan habitat bagi tanaman-tanaman langka, tetapi juga untuk menjaga iklim di Bumi.

Selain itu juga hutan dapat menjadi penyerap karbondioksida dan juga air yang cukup besar. Tentunya dengan kelebihan tersebut hutan dapat menjaga Bumi dari pemanasan global akibat gas rumah kaca (GRK) dan daerah sekitar mampu diminimalisir dampak banjir.

Untuk sisi ekonomi, hutan memiliki banyak fungsi. Mulai dari hasil produksi hutan maupun segi pariwisata. Kita bisa mendapatkan kayu yang dapat digunakan untuk memproduksi furniture yang jauh lebih ramah lingkungan dibandingkan furniture berbahan dasar plastik. Selain kayu, tanaman-tanaman obat juga bisa didapatkan di hutan yang tentunya apabila diolah kembali dapat ditukar nilainya menjadi rupiah.

Carbon Trading sebagai solusi pelestarian hutan

Selain itu ada skema baru untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dari hutan yaitu melalui carbon trading. Apa itu carbon trading? Carbon trading singkatnya adalah mekanisme jual-beli emisi, perusahaan yang mengeluarkan emisi di atas jatah yang diberikan, maka perusahaan tersebut harus menambah jatah emisinya dengan tiga cara. 

Pertama adalah dengan skema cap and trade dengan membeli jatah perusahaan lain yang tidak menggunakan jatah emisi sepenuhnya.

Kedua dengan Clean Development Mechanism yaitu dengan membuat proyek ramah lingkungan di negara berkembang. 

Terakhir dengan cara REDD+ yang merupakan skema Carbon trading yang membuat perusahaan menginvestasikan dananya untuk konservasi hutan. Skema ini membuat negara-negara yang memiliki hutan dapat aliran dana untuk menjaga hutan serta ekologi yang ada di dalamnya. 

Menurut asosiasi pengusaha hutan Indonesia diperkirakan hutan di Indonesia mampu menyerap 5,5 giga ton karbon dioksida. Dengan luas hutan 36,5 juta hektare Indonesia memiliki potensi keuntungan sebesar Rp1.400 sampai Rp1.600 triliun rupiah dari perdagangan emisi karbon. Dengan skema tersebut sepatutnya tercipta di mana perusahaan dapat menambah jatah emisinya, Indonesia dapat menjaga hutannya dan memperoleh keuntungan, juga kelestarian alam tetap terjaga.

Sekarang kita jadi tahu bahwa hutan tidak hanya memberikan manfaat ekologis saja, tetapi juga manfaat ekonomi. Dengan adanya skema REDD+ tadi juga menambah harapan mengenai keberlangsungan hutan-hutan yang ada di Indonesia. 

Harapan dari adanya Hari Hutan Sedunia ini agar kita bisa mengingat bahwa hutan memiliki fungsi yang penting bagi banyak orang dan karena memiliki fungsi yang penting maka kita harus bisa terus menjaga dan melesetarikan hutan kita.

Opini ditulis oleh Lutfhi Orfakha, mahasiswa Ilmu Pemerintahan FISIP 2020.



Kolom Komentar

Share this article