Pembahasan RUU IKN yang Miris dan Tak Dinamis

Pembahasan RUU IKN yang Miris dan Tak Dinamis

Sumber Gambar: nasional.kompas.com

Selasa 18 Januari 2022, DPR melanjutkan pembahasan RUU IKN dalam pembicaraan tingkat II rapat paripurna. Pembahasan RUU IKN didasarkan pada keputusan rapat pimpinan DPR pada 3 Desember 2021 yang membahas surat Presiden tertanggal 29 September 2021 mengenai RUU IKN. 

Rapat pimpinan DPR menyetujui agar diagendakan dalam rapat Badan Musyawarah untuk menugaskan panitia khusus (Pansus). Kemudian rapat paripurna tertanggal 7 Desember 2021 menetapkan pimpinan dan keanggotaan Pansus untuk membahas RUU IKN bersama pemerintah. 

Pada hari yang sama, secara resmi Pansus mulai membahas RUU IKN dengan menggelar rapat kerja bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Menteri Keuangan, Menteri Agraria dan Tata Ruang, Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Hukum dan HAM dengan disertai tanggapan fraksi-fraksi dan DPD. 

Selanjutnya dalam pembicaraan tingkat I pada rapat kerja bersama pemerintah pada 18 Januari pukul 00.30 WIB, dengan agenda mendengarkan pandangan fraksi-fraksi, pendapat Komite I DPD dan juga pemerintah terhadap pembahasan RUU IKN. 

Dalam rapat kerja tersebut, delapan fraksi (PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Demokrat, PAN, dan PPP) serta Komite I DPD RI menyatakan menerima hasil pembahasan RUU tentang IKN, dan melanjutkan pengambilan keputusan selanjutnya pada pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI. 

Sedangkan fraksi PKS menolak hasil pembahasan RUU tentang IKN dan menyerahkan pengambilan keputusan selanjutnya pada pembicaraan tingkat II pengambilan keputusan dalam rapat paripurna DPR RI. 

Bukan tentang siapa yang menerima dan siapa yang menolak terkait dengan RUU IKN ini. Namun, bagaimana dampak yang nyata terjadi dengan disahkannya RUU ini secara singkat. Sebesar Rp446 triliun anggaran yang disiapkan pemerintah dalam persiapan pembangunan calon IKN sangat tidak harmonis hubungannya dengan situasi kondisi Indonesia saat ini. 

Pada 11 Januari 2022, mahasiswa dan beberapa kelompok masyarakat di Kaltim melakukan aksi terhadap Konsultasi Publik RUU IKN  yang diadakan oleh DPR RI dan BAPPENAS secara tertutup di Universitas Mulawarman, Samarinda. Hal ini, seharusnya menjadi sedikit tolak ukur bahwa ada kekhawatiran masyarakat Kaltim sendiri menghadapi pemindahan ibu kota yang bukan urgensi negara saat ini. 

Pemindahan ibu kota negara sangat membebani keuangan negara, dan membuat negara tidak fokus dalam penanganan pemulihan ekonomi, yang mana seharusnya dilakukan negara menghadapi pandemi Covid-19. 

Melonjaknya utang pemerintah Indonesia pada saat pandemi, seharusnya menjadi pertimbangan pemerintah saat melakukan pemindahan ibu kota secara tergesa-gesa. 

Saat ini, utang pemerintah sebesar Rp6.687,28 triliun, setara dengan 39,69% produk domestik bruto, sedangkan kebutuhan anggaran untuk IKN diperkirakan kurang lebih Rp466 triliun. Hal itu, secara tidak langsung menjelaskan bahwa sangat tidak memungkinkan melakukan pemindahan ibu kota negara untuk saat ini. 

Urgensi negara dalam pemulihan ekonomi dan adaptasi terhadap pandemi adalah dengan mengutamakan kesejahteraan rakyat terlebih dahulu. Pemerataan layanan kesehatan, perbaikan sistem pendidikan, dan pembukaan lapangan kerja merupakan prioritas negara untuk kesejahteraan warga negaranya.

Pembahasan yang telah dilakukan oleh DPR, sangat terburu-buru dan dapat menimbulkan peluang terjadinya cacat formil maupun materil dalam pengesahannya. Banyaknya substansi yang terlewatkan dalam pembahasan, dapat mencederai konstitusi negara. Dengan kata lain, bahwa pembahasan yang dilakukan DPR RI bersifat inkonstitusional. 

Opini ditulis oleh Andrean Himawan Pangestu, Ketua Umum Lembaga Kajian Ilmiah dan Studi Hukum (LKISH), Fakultas Hukum Unmul.