Berita Kampus

Unmul di Balik Kerumitan Anggaran

Transparansi anggaran Unmul menjadi cukup sering ditagih, terlebih oleh mahasiswa dalam tuntutan-tuntutan aksi.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber ilustrasi: murianuews.com

SKETSA - Transparansi anggaran Unmul menjadi cukup sering ditagih, terlebih oleh mahasiswa dalam tuntutan-tuntutan aksi. Maka dari itu, Selasa (21/5) lalu rektorat menggelar pertemuan guna membahas penganggaran Unmul. Tujuannya adalah untuk menyamakan pemahaman terkait anggaran dana di Unmul. Bertempat di Ruang Rapat 1 lantai 3 Rektorat Unmul, agenda yang dimulai pukul 16.00 Wita tersebut dihadiri dekan dan wakil dekan fakultas serta perwakilan mahasiswa.

Rektor Unmul Masjaya bersama jajaran wakil rektor duduk berhadapan langsung dengan audiens, memaparkan sumber dan aturan dana, pengalokasian, serta kendala yang dihadapi. Dalam pertemuan tersebut, Bohari Yusuf Wakil Rektor IV Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Hubungan Masyarakat mengatakan bahwa dana uang kuliah tunggal (UKT) sebenarnya tidak cukup untuk memenuhi beberapa kebutuhan operasional mahasiswa, seperti almamater yang dibagikan sejumlah mahasiswa baru. Selain itu, dana dari UKT dikatakan Bohari sebenarnya hanya mampu membayar pelaksanaan hingga wisuda ketiga, artinya wisuda terakhir di Desember seharusnya dikenakan bayaran. KKN juga dikatakannya seharusnya membayar untuk kegiatan pembekalan, supervisi dan juga penilaian. Belum lagi biaya listrik Unmul yang setiap tahunnya harus membayar Rp6 miliar, yang mana anggaran tersebut tidak termasuk ke dalam UKT mahasiswa.

Ia mengatakan karena Unmul merupakan universitas negeri, maka menerapkan sistem UKT. Sistem ini merupakan bagian dari biaya kuliah tunggal (BKT) yang ditanggung mahasiswa berdasarkan kemampuan ekonominya. Sementara jika swasta akan menerapkan BKT, ialah keseluruhan biaya operasional setiap mahasiswa per semester pada satu program studi.

“Harusnya semua jumlah BKT Rp450 miliar jika BKT diterapkan. Tapi karena Unmul negeri, maka dibuatlah UKT, yang terbayar Rp149 miliar. Lalu sisanya siapa yang bayar? Dibayarlah oleh pemerintah pusat dengan BOPTN (Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri), rupiah murni operasional. Berapa jumlahnya? BOPTN Rp35 miliar, rupiah murni operasional Rp18 miliar. Tetapi dengan uang yang ada, kita bisa akreditasi A. Solusinya adalah turunkan target/ kualitas atau sama-sama cari pembiayaan,” terangnya.

Selain itu terdapat faktor eksternal yang juga memengaruhi besaran angka UKT. Salah satunya adalah biaya hidup di Kalimantan Timur yang dikatakannya berada di posisi ketiga termahal setelah Jakarta dan Kepulauan Riau.  

Cara lain untuk menambah pemasukan Unmul di antaranya adalah dengan mengoptimalkan fungsi dan peran badan pengelola usaha (BPU). Sebab inilah sumber sah yang paling mungkin dilakukan untuk menambah pendanaan. Ada juga sumbangan pembangunan institusi (SPI) melalui jalur mandiri untuk mahasiswa baru. Kemudian ada juga hitung ulang UKT dengan melibatkan BEM tiap fakultas, terakhir ialah dengan meminta dana hibah dari pemerintah.

Usai pemaparan tersebut, dibuka sesi tanya jawab kepada mahasiswa. Dari tiga mahasiswa yang diberikan kesempatan, ketiganya menyorot terkait kebijakan SPI yang dinilai tidak relevan dan tidak solutif. SPI merupakan sumbangan yang diberikan oleh mahasiswa untuk universitas yang bersifat wajib dan diberikan satu kali saja. Tujuannya ialah untuk mengoptimalkan kinerja perguruan tinggi. Terkait aturan dan kebijakan ini diserahkan ke tiap fakultas agar masing-masing dapat menyesuaikan.

“Mereka bayar Rp3 juta ke atas tapi sama dengan yang membayar UKT Rp500 ribu. Tidak adil bagi yang SMMPTN,” ujar Ricky, dari DPM FIB.

Sementara Mushab Al-Ma’ruf dari BEM KM mempertanyakan evaluasi mahasiswa yang lulus jalur mandiri. Berdasarkan infromasi yang ia dapat, mahasiswa yang melakukan penundaan pembayaran UKT ada yang berasal dari jalur mandiri. Belum lagi terkait kebijakan fakultas yang menaikkan UKT-nya tanpa melibatkan mahasiswa dalam keputusan tersebut.

Sementara Muhammad Nurfiqri dari DPM Faperta juga turut menanyakan keberatannya terkait adanya SPI. Meski masih menjadi pembahasan di beberapa fakultas menurutnya SPI bukan solusi yang tepat. “Sudah ujian mandiri, dikenakan SPI lagi,” katanya.

Menanggapi SPI yang dinilai tidak relevan, Bohari meminta saran jika memang SPI tidak diterapkan. “Mohon kita dikasih masukkan. Jangan hanya bilang tidak boleh, lalu apa kira-kira? Jika UKT tidak naik, SPI tidak ada, jadi (dana) dari mana?” tanyanya.

Sedang BPU yang menjadi salah satu sumber dana saja tidak mencapai satu miliar dalam satu tahun. Sementara program yang akan dilaksanakan berkisar ratusan miliar. Bohari juga menjelaskan, mahasiswa yang lulus dengan jalur mandiri akan membantu mahasiswa yang membayar UKT kategori di bawahnya, atau yang disebut dengan subsidi silang. “20% dari mahasiswa kita itu tidak mampu, UKT-nya murah.”

Ia juga menegaskan bagi mahasiswa yang lulus jalur mandiri namun tidak mampu, tidak akan dikenakan SPI, bahkan akan digratiskan. Sebab ini adalah komitmen dari kementerian dan kampus.

Sementara Abdunnur Wakil Rektor II mengatakan telah mengusakahan agar pemerintah memberikan kebijakan dengan meningkatkan alokasi BOPTN. Ia menilai belum secara keseluruhan potensi turut memberikan kontribusi. Salah satunya ialah prestasi mahasiswa, yang tidak mendukung perhitungan formulasi penambahan BOPTN Unmul selain akademik, publikasi ilmiah, dosen, SDM, tata kelola, kerja sama, akreditasi institusi.

“Sayangnya prestasi mahasiswa tidak mencapai satu poin. Kalau mau meningkatkan dari sisi mahasiswa, kita bikin kegiatan yang output-nya prestasi. Baik skala lokal maupun nasional,” imbuhnya.

Ia juga menjelaskan selisih kas yang terjadi salah satunya disebabkan karena mahasiswa yang menunda membayar UKT, yang mana ini merupakan kebijakan yang dibuat oleh rektor. “Berdasarkan aturan tidak ada penundaan SPP, itu kebijakan rektor saja. Berdasarkan laporan keuangan, itu jelek. (Menyebabkan) banyak piutang,” tuturnya.

Mendekati waktu magrib, Masjaya menutup pertemuan tersebut dengan memberikan closing statement. “Intinya kita ingin mencari cara bagaimana kualitas kita bagus tanpa membebani terlalu berat kepada mahasiswa,” tegasnya. (adl/els)



Kolom Komentar

Share this article