Berita Kampus

Sajian Makanan untuk Dosen saat Sidang Skripsi: Budaya atau Gratifikasi?

Momok menyediakan makanan saat sidang skripsi

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Foto: Marcell/Sketsa

SKETSA — Menjelang seminar atau sidang skripsi, mahasiswa tak hanya disibukkan dengan urusan administrasi maupun persiapan diri untuk menjawab pertanyaan dari dosen penguji. Namun, mereka turut menyiapkan berbagai sajian makanan untuk diberikan kepada dosen. Rupanya, ini kerap terjadi di berbagai kampus di Indonesia, tak terkecuali Unmul.

Sketsa kemudian mewawancarai Willy (bukan nama sebenarnya), mahasiswa FEB 2018 untuk dimintai tanggapannya terkait hal tersebut. Kepada Sketsa, ia mengaku keberatan ketika menyajikan makanan kepada dosen di saat sidang skripsi menjadi suatu budaya yang dianut oleh mahasiswa.

“Sebenarnya untuk biayanya aku tidak masalah. Mungkin lebih ke budaya yang dianut oleh mahasiswa di mana kita ‘diharuskan’ untuk menyediakan makanan kepada dosen,” ujarnya saat diwawancarai melalui WhatsApp pada Selasa (10/1).

Adapun dirinya turut mempertanyakan apakah dengan menyajikan makanan kepada dosen akan berdampak kepada proses pengujian.

“Seakan-akan makanan enak akan menambah kesempatan agar sidang kita berjalan dengan baik. Jika iya, bukankah itu termasuk sogokan, ya?”

Willy pun mengaku bahwa ia telah menyuarakan soal tidak diperlukannya menyediakan makanan kepada dosen saat seminar maupun sidang skripsi. Namun, dirinya kalah suara dari teman-temannya sehingga ia akhirnya ikut patungan sebesar Rp47.000 untuk menyediakan ayam kampung bakar.

“Kemarin langsung diskusi dosen ini mau lauknya apa. Cukup kaget sih, dalam pikiranku, kan, yang pertama dibincangkan harusnya mau dibelikan makanan atau enggak. Menurutku pribadi, mungkin budaya ini sudah melekat dan sudah menjadi keharusan bagi mahasiswa,” tutupnya.

Tanggapan lain datang dari Reno (bukan nama sebenarnya), mahasiswa FISIP 2016. Menurutnya, kebiasaan menyajikan makanan kepada dosen cukup membuatnya merasa keberatan karena dirinya tengah mengalami penurunan ekonomi. 

Bebernya, ia sempat menanyakan langsung kepada pihak program studi (Prodi) mengenai hal tersebut. Ternyata, tidak terdapat aturan terkait menyediakan makanan kepada dosen saat melakukan seminar atau sidang. 

Saya tadi habis dari kampus untuk menanyakan ke Prodi saya, katanya tidak ada peraturan itu. Sudah dihapuskan,” ungkapnya melalui sambungan telepon WhatsApp pada Selasa (10/1).

Reno pun beranggapan bahwa memberikan makanan kepada dosen merupakan bentuk dari apresiasi, yang tentunya tidak memberatkan bagi mahasiswa maupun dosen itu sendiri.

“Menyediakan air putih, snack-snackIntinya, ya, itu tidak memberatkan mahasiswa dan juga tidak memberatkan dosennya.”

Berbeda dengan Willy yang menyediakan makanan dengan sistem patungan bersama teman-temannya, Reno ternyata menyediakannya secara individu. Ia menuturkan bahwa dirinya merogoh kocek lebih dari Rp500.000 untuk menyediakan makanan berupa nasi padang Upik, Torani, beserta makanan ringan lainnya.

Lantas hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah sebenarnya menyediakan makanan untuk dosen ketika seminar sidang skripsi termasuk budaya atau praktik gratifikasi?

Martinus Nanang, dosen Pembangunan Sosial memberikan pendapatnya tentang menyediakan makanan saat seminar atau sidang. Ia mengungkapkan bahwa menyediakan makanan untuk dosen tidak termasuk gratifikasi. 

“Setahu saya batas minimal standar gratifikasi adalah 1 juta. Di sisi lain, pemberian makanan itu, meskipun murah, bisa juga memengaruhi dosen dalam memberi nilai. Tetapi sejauh ini saya mengamati bahwa dosen (termasuk saya sendiri) tidak terpengaruh oleh makanan atau hadiah yang diberikan mahasiswa,” ujarnya saat dihubungi melalui WhatsApp pada Kamis (12/01).

Melalui penuturannya, kebiasaan mahasiswa untuk menyediakan makanan sudah dilakukan selama puluhan tahun terutama di FISIP Unmul sendiri. Adapun menyediakan makanan saat seminar menurutnya termasuk dalam norma karena suatu kebiasaan merupakan bentuk dari norma sosial yang tidak tertulis.

Menurut Martinus, walaupun tidak diwajibkan, akan tetapi mahasiswa tetap bisa menyajikan makanan secara sukarela karena norma atau kultur yang ada di kalangan mahasiswa telah terbangun sejak lama. Ini menyebabkan mahasiswa merasa wajib untuk menyajikan makanan ketika seminar ataupun sidang.

“Saya kira memang sebaiknya mahasiswa tidak diwajibkan menyediakan makanan saat seminar, bahkan minuman saja pun tidak perlu diwajibkan. Namun, dosen harus diberitahu, sehingga dosen bisa membawa minum sendiri. Minuman adalah kebutuhan penting bagi dosen saat mengajar maupun menguji.”

Adapun Martinus menambahkan bahwa per Rabu (11/1) lalu, dosen-dosen FISIP telah menyelenggarakan rapat dan menegaskan kembali secara resmi bahwa tidak wajib bagi mahasiswa untuk menyediakan makan pada waktu seminar. 

“Mungkin pengumumannya akan segera disampaikan secara resmi,” tutupnya. (mar/sky/ali/nnf/ems)



Kolom Komentar

Share this article