Berita Kampus

Keresahan UKT, Penerapan SPI dan Almamater Berbayar

Diskusi oleh Serikat Mahasiswa Mulawarman terkait keresahan penerapan SPI, almamater berbayar dan UKT untuk alumni bidikmisi.

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber: dok. Sketsa

SKETSA – Mengawali Juli ini, pembayaran uang kuliah tunggal (UKT) Unmul telah dilaksanakan. Bersamaan dengan itu, beredar isu yang membuat sejumlah mahasiswa resah. Salah satunya alumni penerima beasiswa bidikmisi, atau mahasiswa angkatan 2015. Sesuai surat perjanjian mahasiswa penerima beasiswa bidikmisi Unmul, bantuan dana diberikan hingga 8 semester untuk program sarjana. Kabarnya mahasiswa yang kini memasuki semester 9 dikenakan besaran UKT sebesar Rp2.400.000.

Menanggapi itu, jaringan advokasi Keluarga Mahasiswa Bidikmisi (Gamadiksi) mengaku sudah membicarakannya dengan pihak rektorat, namun hingga kini masih belum ada kejelasan. Hingga kini isu tersebut masih terus dikawal untuk mengontrol perkembangan penetapan jumlah besaran UKT bagi alumni penerima beasiswa bidikmisi.

Menurut Zainul Afri, Ketua Gamadiksi Unmul awalnya rektorat melimpahkan besaran UKT ke tiap fakultas. Namun tak lama beredar informasi jika besaran UKT mahasiswa alumni bidikmisi dilakukan penyamarataan. Rencananya besok akan digelar audiensi untuk membahas lebih lanjut terkait hal ini. “Untuk informasi lebih pastinya besok baru bisa kami pastikan,” ujarnya hari ini, (14/7).

Tak hanya itu, belakangan ini juga tersebar surat edaran yang dikeluarkan oleh rektorat yang mengimbau dekan fakultas agar meginformasikan kepada mahasiswa baru untuk mengambil almamater di Badan Pengelola Usaha (BPU). Berbeda dengan tahun-tahun yang lalu, tahun ini almamater dikenakan biaya sebesar Rp200.000. Sebelumnya, biaya almamater sudah termasuk ke dalam bayaran UKT.

Ratna* dan Santi* selaku mahasiswa baru Unmul turut mempertanyakan alasan di balik keputusan tersebut. Ratna, salah satu mahasiswa baru FISIP mengaku biaya yang dikeluarkan untuk almamater cukup besar. “Jujur 200ribu itu lumayan. Bisa saya pakai untuk kebutuhan kos,” katanya.

Senada, Santi juga merasakan keberatan yang sama. “Saya sebenarnya tidak mempermasalahkan bayar 200ribu, tapi lebih mempertanyakan sebenarnya UKT yang kami bayar untuk apa saja. Agak melenceng dari kaidah pembayaran UKT yang sejatinya menunjang sarana,” ujar mahasiswa baru Fakultas Kesehatan Masyarakat tersebut.

Persoalan seputar dana lainnya ialah penerapan sumbangan pengembangan institusi (SPI) di beberapa fakultas. Di antaranya ialah Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Fakultas Farmasi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kesehatan Masyarakat, dan Fakultas Pertanian. Besaran uang pangkal SPI di tiap fakultas beragam. Mulai dari Rp2.500.000 hingga Rp250.000.000. Persoalan seputar dana ini sebelumnya sempat disinggung dalam pertemuan yang membahas penganggaran di Unmul. (Baca: https://www.sketsaunmul.co/berita-kampus/unmul-di-balik-kerumitan-anggaran/baca )

Melihat banyaknya keresahan yang muncul, Jumat lalu (12/7), Serikat Mahasiswa Unmul menggelar diskusi di pelataran perpus Unmul. Menghadirkan Ahmad Jamiluddin selaku Kepala Departemen Advokasi Gamadiksi Unmul selaku pemantik. Diskusi yang digelar di pelataran perpus Unmul ini mengangkat tema Bidikmisi, SPI dan UKT Mahal. “Pembahasan yang kita bawa yakni bidikmisi UKT tahun 2015, SPI dan almamater yang berbayar. Itu sangat membebani sekali dan tiba-tiba,” jelas Jamiluddin.

Dalam forum diskusi tersebut juga dibahas mengenai almamater berbayar untuk mahasiswa baru. Hal ini memancing kecurigaan dan dinilai rancu, sebab sebelumnya aturan ini tidak ada sosialiasi. “Edarannya baru di tahun ini dan langsung diedarkan tanpa sosialisasi. Timbul pertanyaan besar, dan perlu ditarik benang merah bahwa di sini bisa erat kaitannya dengan utang-utang Unmul atau selisih BLU yang sempat menguak. Kita tidak bisa bersembunyi terhadap hal itu,” katanya.

Ia juga berharap dengan adanya diskusi ini nantinya kebijakan-kebijakan yang dianggap membebani mahasiswa tidak terealisasikan. Karena jika sampai terlaksana, mahasiswa akan merasa keberatan. Mhasiswa alumni bidikmisi dirasa hanya bisa membayar sesuai dengan pendapat orang tua, yang mana harus mengikuti validasi pertama. Selain itu, kebijakan SPI dan almamater ia harap tidak berbayar agar tidak membebankan mahasiswa yang tergolong tidak mampu. (rst/fzn/adl)


*nama yang digunakan adalah nama samaran



Kolom Komentar

Share this article