Berita Kampus

Kasus Pembunuhan Bayi Harus Segera Ditangani

Kasus mahasiswi yang membunuh anaknya kembali terdengar. (Sumber foto: google.com)

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


SKETSA - Memasuki awal tahun 2019, masyarakat kembali dikejutkan dengan berita pembunuhan bayi oleh ibu kandungnya sendiri. Mirisnya lagi, pelaku masih berstatus seorang mahasiswi tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi swasta di Samarinda.

Dilansir dari laman berita KaltimKece, inilah nasib nahas yang harus ditanggung Fd karena perbuatannya. Mahasiswi 22 tahun itu harus mendekam di balik jeruji besi lantaran tega membunuh bayi yang baru dilahirkannya. Fd melahirkan tanpa bantuan di sebuah indekos di Jalan Pramuka, Samarinda. Bayinya lahir dengan kondisi sungsang. Caranya terkesan nekat, Fd menarik sendiri tubuh mungil bayi itu sampai keluar. Karena takut penghuni kos mendengar tangisan bayinya, Fd langsung membekap mulut bayi hingga meninggal dunia.

Polisi sudah mengantongi sederet bukti terkait dugaan Fd yang terbukti melakukan penganiayaan hingga tega membunuh darah dagingnya sendiri, pada Rabu (9/1) siang.

Sebelumnya, diketahui Fd menjalin kasih dengan seorang oknum polisi yang bertugas di Polres Nunukan. Setelah bayi tewas Fd mengirimkan pesan singkat kepada kekasihnya “Aku bunuh.”

Kini, Fd pun dijerat Pasal 80 Ayat 3 UU 35/2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman 15 tahun penjara.

Lain halnya dengan Fd, TS tega membuang janinnya sendiri ke dalam kloset. Janin hasil hubungan gelap itu ditemukan penjaga kost saat membersihkan toilet di salah satu kamar kost, pada Selasa (26/12) dua tahun silam. TS yang saat itu juga berstatus mahasiswi ini diketahui melakukan aborsi dengan mengonsumsi obat penggugur bayi. Tak tanggung-tanggung, TS menggugurkan kandungannya dengan meminum pil sebanyak 16 jenis pil, yang dibelinya secara online seharga Rp838 ribu.

(Baca, https://sketsaunmul.co/berita-kampus/aborsi-mahasiswi-tega-buang-janin-di-kloset/baca)

Perbuatan Fd dan TS disinyalir kuat akibat dari pergaulan bebas yang kini marak terjadi dalam kalangan remaja.

Sudah banyak contoh kasus akibat dari pergaulan bebas, di antaranya ialah penyalahgunaan narkotika, perkelahian, seks bebas dan lainnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pergaulan bebas antara lain rendahnya tingkat pendidikan keluarga, keadaan keluarga yang tidak stabil, kurangnya perhatian dari kedua orang tua dan orang-orang terdekat, keadaan ekonomi keluarga, faktor lingkungan yang kurang baik, kurang berhati-hati dalam memilih teman, hingga konten negatif yang dapat diakses dengan mudah melalui internet.

Kasus ini semakin menguatkan imbauan kepada masyarakat, khususnya generasi muda sebagai penerus bangsa agar bersungguh-sungguh dalam menempuh pendidikan dan tak terpengaruh dengan hal-hal negatif. (omi/els/fqh)



Kolom Komentar

Share this article