Berita Kampus

Gelar Mimbar Bebas, BEM FISIP Unmul Peringati Ragam Peristiwa di Bulan Mei

Mimbar bebas BEM FISIP memperingati berbagai macam peristiwa historis di bulan Mei

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Sumber Gambar: Dokumen Pribadi

SKETSA — Rabu (31/5) kemarin, Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (BEM FISIP) Unmul menggelar mimbar bebas di hadapan gedung rektorat. Mimbar bebas ini diselenggarakan dalam rangka mengakhiri bulan Mei.

“Mei merupakan bulan yang sarat akan perjuangan,” ucap Maulana, Wakil Presiden BEM FISIP Unmul. Beragam momen dan peristiwa bersejarah terjadi pada bulan tersebut. Mulai dari Hari Buruh pada tanggal 1 Mei, kemudian Hari Pendidikan sehari setelahnya yang merupakan hari kelahiran Ki Hajar Dewantara. Termasuk juga tragedi-tragedi berdarah di masa Orde Baru seperti kematian misterius Marsinah dan penembakan mahasiswa Trisakti.

Diperingatinya bulan ini dengan pergelaran mimbar bebas juga bukan hanya seremonial belaka. Maulana menilai, bahwa masih banyak masalah terkait buruh, pendidikan, dan demokrasi hari ini.

“Keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja, misalnya,” singgung Maulana. Melalui undang-undang kontroversial ini, kapitalisme semakin memperkuat eksploitasinya terhadap buruh. Mulai dari kontrak kerja yang fleksibel hingga jam kerja yang tak manusiawi.

Terkait pendidikan pun fenomena serupa terjadi. Pendidikan yang seharusnya menjadi upaya mencerdaskan bangsa, dijadikan sebuah komoditas anyar. Wacana ‘marketplace’ untuk guru honorer yang diajukan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim pada 29 Mei lalu, misalnya. Upaya ini justru akan membuat guru-guru honorer layaknya barang yang diperdagangkan.

Dalam konteks Unmul sendiri, Rektor Abdunnur berencana menjadikan kampus tertua di Kaltim ini sebagai Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTN-BH). Kebijakan ini berpotensi menjadikan kampus layaknya perusahaan dengan pengurangan anggaran dari pemerintah. Menjadi bermasalah karena nantinya perguruan tinggi akan memakai hitungan untung-rugi, bukan kebutuhan sosial masyarakat dan bangsa.

“Mahasiswa seharusnya tidak apatis,” pungkas Maulana. (gie/nkh)



Kolom Komentar

Share this article