Berita Kampus

Animo Berorganisasi di Unmul Menurun, Jumansyah: Lembaga Harus Lihat Kebutuhan Anggota

Menurunnya semangat berorganisasi di Unmul

avatar
Sketsa Unmul

sketsaunmul@gmail.com


Foto: Humas Unmul

SKETSA – Sejumlah pemilihan raya (Pemira) fakultas di Unmul telah usai bergulir. Adapun sebagian fakultas berlaga di Pemira dengan satu pasangan calon (Paslon). Sebut saja FKM, FF, dan FISIP. Lantas sistem kaderisasi di sejumlah lembaga kemahasiswaan terutama BEM fakultas dan minat mahasiswa berorganisasi menimbulkan berbagai tanda tanya. Hal itu turut disampaikan oleh beberapa pimpinan BEM fakultas.

Abdullah Faqih selaku Gubernur BEM FPIK merupakan salah satunya. Ia merasakan terjadinya penurunan minat mahasiswa di FPIK. Bagi Faqih, itu berdampak dan mengganggu proses kerja organisasi yang ada di FPIK lantaran kurangnya partisipan dari mahasiswa. Gubernur BEM kampus perikanan tersebut melihat bahwa mahasiswa lebih tertarik untuk mengembangkan diri dalam  bidang akademik.

“Untuk kader yang aktif berorganisasi di FPIK sendiri menurut kami mengalami penurunan partisipan. Mindset dan semangat berorganisasi mahasiswa FPIK telah menurun, ditambah dengan tingginya minat mahasiswa FPIK untuk mengikuti Program MBKM,” ungkapnya pada Senin (12/12) lalu.

Kondisi serupa turut dirasakan oleh BEM FISIP. Perihal Pemira yang hanya diisi oleh satu Paslon, membuat Muhammad Ilham Maulana sebagai Wakil Presiden BEM FISIP merasa bahwa hal tersebut menjadi pekerjaan rumah yang menanti.

Ditemui Sketsa pada Kamis (22/12), Ilham turut melihat bahwa perihal akademik menjadi prioritas utama bagi sebagian kader sehingga menurunkan kinerja dalam organisasi, seperti mengejar perkuliahan dalam waktu empat tahun misalnya. Nilai Ilham, penurunan kualitas kader bukan terjadi karena proses pengkaderan, melainkan permasalahan pribadi dari kader itu sendiri. 

“Karena setiap seseorang memiliki dan mempunyai batas kemampuannya. Mereka sudah mempertimbangkan bahwa ketika mereka keluar dari sebuah organisasi, akan ada plan berikut yang mereka jalankan. Seperti halnya fokus terhadap bangku perkuliahan dan fokus terhadap nilai yang telah mereka inginkan nantinya, seperti itu.”

Meski bagi Ilham itu akan memengaruhi kinerja BEM FISIP, tetapi ia hendak belajar untuk memanajemen waktu dan memanfaatkan sebuah sumber daya yang ada. Diskusi terkait peran mahasiswa dalam berorganisasi serta manfaat organisasi pun merupakan langkah yang dibangun.

Sketsa turut melihat pandangan mahasiswa yang tidak tergabung dalam organisasi. Alexandra Excellia Hitipeuw, mahasiswa FKIP 2019 mengaku masih sulit membagi waktu di tengah jadwal kuliah yang padat dan melelahkan. Ditambah dengan karakternya yang sulit berbaur dengan lingkungan dan orang baru membuatnya memutuskan untuk fokus pada perkuliahan saja. 

Baginya, kebutuhan berorganisasi begitu berbeda dan bergantung pada pemaknaan masing-masing individu.

“Kita juga bisa berkembang tanpa mengikuti organisasi, kok. Karena bertemu dengan orang-orang baru tidak hanya bisa dilakukan dengan mengikuti organisasi. Melalui interaksi media sosial,  berteman dengan teman-teman di sekolah dulu, dan kampus juga dapat membuat kita bertemu dengan orang-orang baru,” ungkapnya pada Jumat (23/12).

Adapun Jumansyah selaku dosen Prodi Ilmu Pemerintahan memiliki pandangannya tersendiri terhadap fenomena tersebut. Ia merasa organisasi kehilangan hakikatnya sebagai sebuah organisasi. Meski begitu, menurunnya animo mahasiswa hari ini tidak bisa sepenuhnya disalahkan kepada salah satu pihak.

“Perlu kita sadari bahwa kondisi penuh disrupsi hari ini dan perubahan secara cepat mau tidak mau perlu direspons dan ditanggapi. Apa yang bisa diolah menjadi sesuatu yang menarik.”

“Saya rasa itu mulai memudar, (akibat) orientasi organisasi hari ini kalau kita lihat sepertinya mulai meninggalkan hal substansi itu. Misalnya hakikat organisasi sebagai tempat berinovasi, tempat untuk menempa keilmuan-keilmuan berorganisasi, wadah untuk berkumpul untuk proses belajar-mengajar atau tempat proses pembentukan karakter mahasiswa,” imbuhnya.

Bagi Jumansyah diperlukan isu atau kepentingan yang mampu merekatkan. Ditambah organisasi kemahasiswaan bukanlah lembaga yang menyediakan gaji ataupun honor, sehingga kepentingan yang samalah yang akan menyatukan mahasiswa dalam sebuah organisasi. Catatnya, lembaga mahasiswa perlu melihat apa yang menjadi kebutuhan mahasiswa kemudian menyiapkan wadah yang tepat. 

Tidak hanya sekadar datang berkumpul tanpa esensi yang jelas kemudian berganti pengurus. Variabel yang merekatkan mahasiswa untuk tetap eksis atau tetap berprestasi harus kembali dibangun.

Jumansyah juga menyarankan agar organisasi-organisasi melakukan refleksi serta evaluasi untuk mengatasi isu kekurangan kader agar tidak terjadi lagi ke depannya. Perlu adanya proses rekonstruksi kurikulum tertentu dalam konteks organisasi yang merepresentasikan mahasiswa hari ini. 

“Karena tidak bisa lagi dengan gaya yang tradisional atau gaya-gaya yang lama. Perlu perubahan-perubahan yang modern. Itu memang perlu kesadaran bersama dan perlu dikembalikan substansi rohnya sebagai tempat intelektual, sebagai tempat kritis, sebagai tempat yang bisa memicu daya konstruksi berpikir kita dan sebagai lembaga,” kuncinya.

Semangat Organisasi di Fakultas Kedokteran dan SEC Unmul

Berbeda halnya dengan FISIP dan FPIK, tahun ini FK memiliki tiga Paslon yang berlaga di Pemira setelah melalui proses yang panjang. Ketiga nama Paslon muncul usai campur tangan Siti Khotimah, Wakil Dekan bidang Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni FK Unmul menunjuk calon yang dirasa kompeten. 

Kendati demikian, euforia organisasi mahasiswa FK masih sangat terasa. Terlebih antusiasme dalam pemilihan suara dan juga partisipasi dalam berbagai kepanitiaan. Diwawancarai Sketsa pada Minggu (18/12), Arif Dwi Andika selaku ketua BEM FK terpilih membeberkan proses kaderisasi di BEM FK. 

Secara garis besar proses kaderisasi di FK Unmul berjenjang menjadi tiga tingkat pada Latihan Kepemimpinan dan Manajemen Mahasiswa Tingkat Dasar (LKMM). Mulai dari LKMM-TD, LKMM-TM, sampai LKMM-TL. 

Lebih lanjut, LKMM-TD (Tingkat Dasar) diwajibkan bagi seluruh mahasiswa FK Unmul melalui kegiatan penyambutan mahasiswa baru selama kurang lebih tiga bulan. Dilanjut LKMM-TM (Tingkat Menengah) yang diwajibkan bagi seluruh anggota BEM FK, juga bagi anggota organisasi kemahasiswaan lain yang bekerja sama dengan BEM FK Unmul. Hingga LKMM-TL (Tingkat Lanjut), wadah bagi mahasiswa yang tertarik untuk menjadi pimpinan-pimpinan organisasi ataupun hanya sekadar menambah wawasan dan pengalaman terkait kepemimpinan dan manajemen. 

“Tiga tingkatan itu juga materinya beda-beda, yang tingkat dasar itu untuk manajemen diri, tingkat menengah untuk manajemen program kerja atau kegiatan, dan tingkat lanjut itu untuk manajemen organisasi.”

Tak berhenti di sana, upgrading dan program kerja BEM FK juga dirancang untuk membangun suasana kekeluargaan. Dalam kepanitiaan atau program kerja besar misalnya, Arif menyebut bahwa BEM berkolaborasi dengan Ormawa lain di FK sehingga tidak terjadi kekurangan kader.

Di balik semarak berorganisasi di FK, BEM FK juga sempat mengalami kader yang kurang dalam sebuah tanggung jawab. Ihwal ini, Arif selaku presiden terpilih mengaku telah mempersiapkan beberapa strategi.

“Perbaikan sistem kaderisasi, perbaikan internalisasi yang mengutamakan asas kekeluargaan, serta beberapa upaya untuk mengurangi burnout akibat organisasi yang kami harapkan dapat memperbaiki kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) BEM FK Unmul nantinya,” pungkasnya.

Beralih ke Arum Kusmiani, mahasiswi FISIP Unmul 2020 merasakan keselarasan tujuan antara tujuan pribadi dan organisasi. Itu menjadi alasannya untuk bertahan sebagai anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Student Entrepeneur Community (SEC). Tujuannya sebagai pebisnis muda yang terwadahi menjadikan alasannya mantap bertahan.

“Penting bagiku karena di sini aku bisa belajar banyak hal terkait berbisnis. Dari awal ingin berbisnis hingga mengembangkan bisnis dan pastinya dengan mengikuti organisasi bisa mendapat pengalaman yang tidak ada dalam pembelajaran akademik,” ungkapnya saat diwawancarai oleh SketsaJumat (16/12).

Arum turut menyebut berbagai dampak positif yang ia rasakan dalam berorganisasi. Seperti halnya mengenal teman baru dengan pengalaman yang berbeda dari berbagai Prodi di fakultasnya hingga melatih dirinya dalam memanajemen waktu. 

“Organisasi menurutku adalah seni. Seseorang yang bisa bertahan pastinya ingin membawa perubahan dalam organisasi tersebut. Setiap organisasi juga butuh regenerasi, yang di mana setiap regenerasi selalu membawa inovasi-inovasi yang luar biasa. Jadi, hadirnya aku di sini karna aku merasa nyaman dan aku ingin menjadi salah satu yang menggerakkan perubahan itu,” tutupnya. (lav/vdh/uas/khn/ems)



Kolom Komentar

Share this article